
PRESIDEN Ukraina Volodymyr Zelensky mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mengajukan tawaran kepada Rusia untuk kembali menggelar perundingan damai setelah pembicaraan kedua negara terhenti bulan lalu.
Menurut Zelensky, tawaran itu disampaikan oleh Sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, Rustem Umerov, yang meminta pertemuan dengan delegasi Rusia digelar pekan depan.
“Segala upaya harus dilakukan demi mencapai gencatan senjata. Pihak Rusia tidak boleh terus bersembunyi dari keputusan penting,” ujar Zelenskyy dikutip dari Al Jazeera.
Ia juga menegaskan kembali kesiapannya bertemu langsung dengan Presiden Vladimir Putin guna membuka jalan menuju perdamaian jangka panjang. Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Moskow.
Umerov, yang sebelumnya menjabat menteri pertahanan, baru pekan lalu dilantik menjadi kepala Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional. Ia diberi mandat untuk menggenjot kembali proses negosiasi yang sempat mandek. Umerov memimpin delegasi Ukraina dalam dua putaran pembicaraan di Turki awal tahun ini, yang hanya menghasilkan kesepakatan pertukaran tawanan dan jenazah prajurit.
Namun dalam perundingan sebelumnya, Moskow tetap bersikeras pada sejumlah tuntutan yang ditolak keras oleh Kyiv, termasuk desakan agar Ukraina menyerahkan empat wilayah yang diklaim Rusia serta memutus dukungan militer dari Barat.
Butuh momentum baru
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, Jumat (18/7), memberi sinyal Moskwa sepakat dengan pernyataan Zelensky bahwa upaya perdamaian butuh “momentum baru”.
Perubahan sikap itu muncul di tengah tekanan terbaru dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Setelah sebelumnya dianggap lunak terhadap Moskwa, Trump kini memberi tenggat 50 hari bagi Rusia untuk mencapai gencatan senjata, atau menghadapi tarif 100 persen dan sanksi sekunder bagi negara yang membeli minyak Rusia. Ia juga berjanji memperbesar pasokan senjata ke Ukraina.
Namun, Kementerian Luar Negeri Rusia menilai tekanan AS sebagai bentuk pemerasan. Juru bicara Maria Zakharova menegaskan, ancaman sanksi dan keputusan Washington melanjutkan pengiriman senjata justru menjadi sinyal bagi Ukraina untuk meninggalkan proses perdamaian.
Sementara itu, ketegangan di medan perang tak mereda. Kyiv mengajukan tawaran dialog di tengah serangan drone besar-besaran Rusia ke pelabuhan Odesa, Sabtu dini hari (19/7), yang menewaskan satu warga dan melukai enam lainnya.
Zelensky menyatakan lewat media sosial X bahwa Rusia meluncurkan lebih dari 30 rudal dan 300 drone ke berbagai wilayah Ukraina, dengan serangan melanda 10 provinsi.
Mendapat serangan balik
Di sisi lain, Rusia juga mendapat serangan balik. Jalur kereta di Rostov sempat dihentikan selama empat jam setelah serangan drone Ukraina yang melukai seorang pekerja. Pertahanan udara Rusia juga menembak jatuh tiga drone yang mengarah ke Moskwa, memaksa bandara Vnukovo dan Domodedovo menunda operasi sebelum kembali dibuka.
Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan berhasil menghancurkan total 27 drone Ukraina hanya dalam kurun waktu empat jam, Sabtu sore waktu Moskow.
Sejak invasi dimulai Februari 2022, konflik Rusia-Ukraina telah menjadi perang paling berdarah di Eropa sejak Perang Dunia II, dengan perkiraan korban tewas dan terluka mencapai 1,2 juta jiwa. (Ndf/I-1)