
PENDETA Yerry Pattinasarany berpandangan bahwa Kebangkitan Nasional merupakan momentum dan semangat kembali ke akar nasionalisme yang terlihat dari kecintaan terhadap bangsa dan sesama.
Ia mencontohkan, semangat nasionalisme para pejuang dahulu. Mereka tidak berjuang karena begitu bencinya terhadap musuh. Namun mereka berjuang karena begitu cintanya terhadap bangsa dan sesama.
“Harusnya itu tertuang akhirnya lewat semangat kesetaraan sebagai bangsa tanpa memandang suku, agama. Terbukti lewat fondasi-fondasi bangsa kita yang berbasis di UUD 45, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan sebagainya,” kata tokoh publik dan influencer saat dihubungi, Selasa (6/5).
Dasar semangat nasionalisme harus menjadi pola atau kiblat dalam moderasi beragama. Namun Yerry melihat hari ini semangat moderasi beragama tercoreng oleh beberapa peristiwa intoleransi.
Toleransi, katanya, adalah kata yang paling sering terdengar tapi terkadang bisa berbalik menjadi penyebab tindakan-tindakan intoleran. Misalnya ketika satu pihak harus menghargai atau menghormati pihak tertentu, cenderung seperti ada yang harus mengalah dan harus ada yang diunggulkan.
“Atau toleransi itu terlihat seperti pemberian, hadiah, kepada seseorang yang terlihat lemah. Makanya menurut saya ketika kita kembali lagi kepada semangat kesetaraan bahwa semua setara di mata hukum, di mata bangsa sebagai rakyat Indonesia, maka moderasi agama itu bukan sesuatu yang viral lagi. Memang sudah normatif,” paparnya.
Yerry juga mengakui masih adanya tantangan terkait gesekan antarumat beragama. Terutama di akar rumput dan media sosial. “Tantangannya adalah bagaimana menetralisir semangat kompetisi yang seharusnya tidak menjadi fondasi dari hidup bernegara ini,” katanya.
Semangat kompetisi itu terkadang mengarah pada sesuatu yang berpotensi menyebabkan gesekan-gesekan. Contoh, ketika satu rumah ibadah dilarang atau tidak diizinkan, maka tercipta narasi kalau itu diizinkan, pihak A menang. Kalau itu tidak diizinkan maka pihak lainnya yang kalah.
“Padahal itu adalah sesuatu yang normatif secara hukum. Ada regulasi hukum, SKB Dua Menteri, dan sebagainya,” jelasnya.
Untuk itu perlu dibangun kembali narasi kebersamaan dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Dengan itu, nilai-nilai akar yang sudah dibangun akan jauh lebih tebal dibanding semangat kompetisi yang bisa menimbulkan gesekan-gesekan.
Di sisi lain, benang merah moderasi beragama dan kebangkitan kebangsaan di hari-hari penting untuk dikuatkan. Pasalnya ini adalah momentum bangkitnya generasi emas, bangkitnya perekonomian, semangat kebinekaan, dan nasionalisme.
“Karena hari ini bangsa kita sedang melewati hal yang mungkin tidak mudah secara ekonomi dan sebagainya. Tapi ini adalah momentum kembali kita menegakkan identitas bangsa, sebagai umat yang mengedepankan Ketuhanan Yang Maha Esa ini dalam bentuk moderasi beragama,” paparnya.
Menurutnya, warna Indonesia akan selalu baik-baik saja ketika moderasi beragama selalu punya tempat yang terhormat di bangsa ini.
Di sisi lain, pemerintah harus hadir di dalam konflik-konflik atau gesekan-gesekan sebagai ‘wasit’ yang adil. Penegakan dan regulasi pemerintah di berbagai daerah akan memperkuat kembali moderasi beragama.
“Aturannya sudah jelas. Nah tugas pemerintah adalah hadir untuk menegakkan undang-undang, lalu memfasilitasi ruang-ruang diskusi antarumat beragama, terutama di generasi muda dan di portal sosial media,” ungkap Yerry.
“Pemerintah itu harusnya jadi pohon beringin di mana umat beragama dapat bernaung dengan sejuk dan tinggal dengan santai,” pungkasnya. (H-2)