
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai akan mendorong DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang hampir dua dekade tak kunjung disahkan. Aturan tersebut diyakini menegaskan pemenuhan hak dan perlindungan hak-hak masyarakat adat dalam kerangka hukum nasional.
Pigai menjelaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk dilindungi karena mereka telah hidup dan bermukim di wilayah adat sebelum negara ini merdeka. Namun, hingga saat ini, belum ada payung hukum terkait perlindungan masyarakat adat sebagai bentuk penghormatan dan pelestarian nilai-nilai masyarakat adat.
“Kementerian HAM mendukung percepatan pengesahan undang-undang masyarakat adat yang berisikan penghormatan terhadap nilai-nilai atau dijiwai, disemangati oleh nilai-nilai hak asasi manusia,” kata Pigai usai audiensi dengan Koalisi Sipil Kawal RUU Masyarakat Adat di Gedung Kementerian HAM pada Selasa (6/5).
Pigai mengatakan kementeriannya akan segera membahas RUU Masyarakat Adat tersebut. Sebagai langkah awal, ia akan menggelar FGD di kantornya dan meminta koalisi masyarakat adat untuk membahas naskah akademik dari RUU yang sudah masuk dalam Prolegnas prioritas 2025 itu.
“Kami sudah sepakat dalam waktu dekat kami akan lakukan FGD di kantor. Kami menunggu naskah akademik setelah itu dengan draft RUU-nya kami akan kawal, kami akan menyurati, kami akan mendorong dan seratus persen kami akan mendorong itu,” ujarnya.
Pigai juga menyoroti nasib masyarakat adat yang kian terancam oleh perkembangan pembangunan yang tidak mengedepankan nilai-nilai keberlanjutan, hingga berbagai proyek investasi yang kerap kali mencederai nilai-nilai HAM masyarakat adat.
Selain itu, Ia menegaskan bahwa investasi yang masuk ke wilayah adat atau melibatkan masyarakat adat harus memenuhi delapan kriteria. Ia berharap RUU Masyarakat Adat yang nantinya jika disahkan harus menjembatani permasalahan tersebut.
“Harus ada pengakuan hak adat, partisipasi aktif masyarakat adat, kesepakatan yang adil dan transparan, manfaat yang berkelanjutan, perlindungan lingkungan dan budaya, penguatan kapasitas masyarakat adat, pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan, serta penanganan sengketa yang efektif,” ujar Pigai.
Pigai juga mendorong agar kehadiran perusahaan harus bisa memproteksi masyarakat adat dan melestarikan masyarakat adat, bukan justru meniadakan masyarakat adat. Ia juga meyakini DPR akan segera mengesahkan RUU Masyarakat yang pada tahun ini masuk kembali dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2025.
“Saya yakin, seyakin-yakinnya, karena sudah (masuk) Prolegnas 2025, pada 2025 ini kemungkinan akan disahkan. Apalagi Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR merupakan kader Partai Gerindra yang dipimpin bapak Presiden Prabowo Subianto,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Perwakilan Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, Abdon Nababan mengungkapkan berdasarkan UUD masyarakat adat merupakan bagian dari HAM, atas dasar itu Kementerian HAM merupakan rumah bagi masyarakat adat.
Sehingga, kata Abdon, koalisi mendatangi kementerian tersebut dan berharap bisa menjadi yang terdepan dalam membela hak masyarakat adat, terutama mewujudkan pengesahan UU Masyarakat Adat.
“Oleh karena itu, kami minta Kementerian HAM supaya RUU Masyarakat Adat ini dikawal betul di dalam pemerintahan Pak Prabowo lewat Menteri HAM,” tuturnya.
Abdon juga menegaskan bahwa masyarakat adat tidak anti dengan sistem pembangunan dan investasi yang hadir di wilayah mereka. Namun, masyarakat adat berharap haknya dapat dilindungi sehingga pembangunan yang dijalankan pemerintah maupun investor bisa diterapkan secara adil bagi semua pihak.
“Investasi yang merampas hak-hak masyarakat adat itulah yang kami tidak mau. Justru kalau ada hak-hak masyarakat adat ini, kita coba dorong supaya kepastian berusaha itu berjalan bersama,” ujarnya.
Kendati demikian, Mantan Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) itu menegaskan bahwa investasi yang hadir justru kerap kali mengabaikan hak-hak masyarakat adat. Hal ini kerap memicu konflik dengan rencana investasi di daerah tersebut.
“Karena hak-hak masyarakat adat ini tidak teradministrasikan dengan baik dan benar, sehingga menimbulkan konflik ketika ada investasi. Jadi tadi kami sebutkan ke Pak Menteri,” tuturnya. (Dev/P-3)