
HIMPUNAN Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) meminta pemerintah segera mencabut kebijakan efisiensi anggaran guna menggerakkan kembali roda perekonomian nasional.
Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menilai, jika kebijakan efisiensi anggaran dicabut, langkah itu akan meningkatkan daya beli masyarakat untuk berbelanja di dalam negeri.
"Kami industri padat karya karena tokonya offline, enggak online. Ini ritel itu senang kalau ada acara-acara," katanya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian UMKM Jakarta, Selasa (6/5).
"Jadi mungkin nanti bisa efisiensi dilepas untuk meramaikan ekonomi kembali," imbuhnya.
Merespons usulan tersebut, pada kesempatan yang sama, Menteri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengatakan, kebijakan efisiensi anggaran yang saat ini diterapkan oleh pemerintah tidak akan menghambat transaksi maupun dukungan terhadap UMKM.
Menurutnya, tidak ada korelasi negatif antara upaya efisiensi anggaran dengan aktivitas ekonomi UMKM. Sebaliknya, pihaknya justru melihat efisiensi sebagai pendorong kreativitas dan inovasi di kalangan aparatur pemerintahan dalam mengelola anggaran secara lebih efektif dan efisien.
"Dalam konteks kami di Kementerian UMKM, kami menganggap itu sesuatu yang positif, bahwa adanya efisiensi ini mendorong kami untuk lebih meningkatkan program kolaborasi dengan pemerintahan lintas kementerian," imbuhnya.
Di kesempatan itu, Hippindo juga mengusulkan agar pemerintah memberi bantuan langsung tunai (BLT) dalam bentuk voucer belanja sebagai stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Voucer itu, kata Budihardjo, untuk meningkatkan daya beli masyarakat, sekaligus meningkatkan penjualan peritel.
"Harapan kami, keran belanja pemerintah dibuka atau berikan BLT. Kami meminta ada stimulus BLT untuk masyarakat kelas bawah supaya menaikkan perekonomian. Bentuknya bisa voucer, ibu-ibu semua dikasih untuk belanja," katanya.
Pertumbuhan anjlok
Senin (5/5), Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tahun 2025 menjadi 4,87% secara tahunan (yoy). Angka itu lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,11%.
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap perlambatan itu adalah terkontraksinya konsumsi pemerintah sebesar 1,38%. Kontraksi itu terjadi seiring dengan kebijakan efisiensi belanja pemerintah yang mengurangi anggaran untuk perjalanan dinas serta belanja operasional perkantoran.
Presiden sebelumnya mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 22 Januari 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Lewat Inpres itu, Presiden menargetkan ada penghematan belanja APBN sebesar Rp306,69 triliun, terdiri atas efisiensi anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah Rp50,59 triliun. (Ant/E-1)