
Perkara dari Kejaksaan Negeri Samosir dengan tersangka Wentri Supatno Iryandi Sihombing selaku tulang (paman) dan korbannya yang merupakan keponakannya sendiri (bere) Simon Felix Yulianus Sitanggang berhasil diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif.
Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting menyampaikan perkara yang disetujui untuk diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah usulan perkara untuk diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif diterima langsung oleh JAM Pidum Kejagung melalui Direktur A Nanang Ibrahim Soleh dan diikuti secara daring oleh Kajari Samosir Karya Graham Hutagaol, Kasi Pidum serta Jaksa Fasilitator, Selasa (6/5/2025) kemarin.
"Dalam perkara ini, tersangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana," kata Adre W Ginting dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).
KRONOLOGI
Kronologis perkaranya, lanjut Adre bermula pada hari Minggu tanggal 6 Oktober 2024 sekira pukul 14.10 WIB tersangka Wentri Supatno Iryandi Sihombing sedang mengendarai sepeda motor melintasi Jalan Putri Lopian kemudian tersangka melihat saksi korban Simon Felix Sitanggang sedang berdiri di depan kos temannya di Jalan Putri Lopian Desa Pardomuan I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
Karena tersangka merasa kesal dan sakit hati kepada saksi korban karena sebelumnya saksi korban pernah meminjam mobil milik orangtua tersangka namun saksi korban mengembalikan mobil tersebut melalui orang lain. Sehingga tersangka merasa tidak dihargai, lalu tersangka menghampiri saksi korban dan mengatakan, “boha do maksud mu Simon, Na so dihargai ho be au rojan?” (apanya maksud mu Simon, yang tidak kau hargai lagi aku ?)
Lalu dijawab saksi korban “hu hargai do tulang” (ku hargainya paman) selanjutnya tersangka langsung memukul saksi korban dengan cara menganyunkan kepalan tangan kanan ke arah wajah saksi korban secara berulang sehingga mengenai bagian kening dan pipi sebelah kanan, lalu saksi korban langsung menunduk dan jongkok sambil menutupi kepalanya dengan kedua tangannya.
Kemudian tersangka menendang saksi korban sehingga mengenai kedua tangan serta dagu saksi korban. Akibat perbuatan tersebut, saksi korban mengalami memar dan bengkak pada kening dan pipi kanan, disertai rasa nyeri dan pusing.
"Perkaranya terus bergulir dan sampai ke tangan Jaksa Fasilitator yang mencoba melakukan mediasi antara tersangka dan korban yang masih memiliki hubungan kekerabatan," kata Adre.
Adapun alasan dilakukan penerapan keadilan restoratif, kata Adre, karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta. Dan yang terpenting lagi adalah antara tersangka dan korban masih kerabat antara paman dan keponakan.
"Korban sudah sembuh dan dapat melakukan aktivitasnya seperti sedia kala. Kemudian, dengan adanya perdamaian antara korban dan tersangka telah sepakat untuk memperbaiki kembali hubungan kekerabatan yang sempat terputus," ungkanya.
Di tempat terpisah, Kajari Samosir Karya Graham Hutagaol mengungkapkan penyelesaian perkara hukum melalui pendekatan keadilan restoratif merupakan penyelesaian kasus yang keenam kalinya selama dia bertugas di Kabupaten Samosir.
"Melalui program Kejaksaan Agung restoratif justice melakukan pendekatan yang inovatif yaitu menyelesaikan permasalahan hukum di luar pengadilan dengan fokus pada pemulihan, rekonsiliasi dan pemulihkan keadaan seperti semula. Melalui keadilan restoratif akan tercipta lingkungan yg berkeadilan dan harmonis," kata Karya Graham Hutagaol. (H-1)