
KARDINAL Charles Maung Bo, S. D. B. , merupakan sosok penting dalam Gereja Katolik Asia Tenggara yang kini ramai diperbincangkan menjelang Konklaf 2025. Ia lahir pada 29 Oktober 1948 di Monhla, sebuah desa kecil di distrik Shwebo, wilayah Mandalay, Myanmar.
Dibesarkan ibunya dalam keluarga besar di tengah lingkungan mayoritas non-Katolik, Bo adalah figur yang langka di negaranya. Di mana umat Katolik hanya terdiri dari 1,3% populasi.
Perjalanan imamat Bo dimulai ketika ia bergabung dengan Serikat Salesian Santo Yohanes Bosco dan ditahbiskan sebagai imam pada 9 April 1976. Ia meniti karier rohani dari pedalaman Myanmar, menjabat sebagai pastor paroki dan formator, hingga menjadi Administrator Apostolik.
Pada 7 Juli 1990, ia diangkat sebagai Uskup pertama Lashio setelah wilayah tersebut ditingkatkan statusnya menjadi keuskupan. Pada 13 Maret 1996, ia dipindahkan ke Keuskupan Pathein. Pada 24 Mei 2003, ia diangkat menjadi Uskup Agung Yangon, jabatan yang masih diembannya hingga saat ini.
Pada 14 Februari 2015, Paus Fransiskus mengangkatnya menjadi kardinal, menjadikannya kardinal pertama dalam sejarah Myanmar. Kedekatannya dengan Paus terlihat dari berbagai penugasan penting, termasuk sebagai Presiden Delegasi dalam Sinode Para Uskup 2018 mengenai Orang Muda dan sebagai Presiden Federasi Konferensi Uskup Asia (FABC) sejak 1 Januari 2019. Ia juga terlibat sebagai anggota beberapa dikasteri vital di Vatikan, seperti Hidup Bakti, Liturgi, dan Komunikasi.
Kardinal Bo diakui luas atas suara profetiknya dalam isu-isu kemanusiaan dan perdamaian. Ia secara terbuka mengecam perlakuan terhadap etnis Rohingya yang terpaksa mengungsi akibat kekerasan militer di negara bagian Rakhine.
Dalam berbagai kesempatan, ia menekankan pentingnya Myanmar untuk merayakan keberagaman sebagai sebuah kekuatan, bukan sebagai sumber konflik. Kepemimpinannya yang tegas dan konsisten di tengah situasi politik dan sosial yang tidak stabil menambah bobot moralnya di kancah internasional.
Konklaf 2025 adalah momen krusial dalam sejarah Gereja Katolik, dan nama Kardinal Bo muncul sebagai salah satu suara yang memiliki kredibilitas tinggi. Hal ini terutama diakibatkan rekam jejaknya dalam memperjuangkan perdamaian dan dialog antaragama.
Pengalamannya memimpin Gereja di negara mayoritas Buddha, keteguhan prinsipnya, serta hubungan eratnya dengan Paus Fransiskus menjadikannya salah satu tokoh Asia yang patut diperhitungkan dalam pemilihan Paus mendatang. (BBC/Press Office of the Holy See/Z-2)