Transplantasi Ginjal Lebih Efektif dan Efisien bagi Penderita Gagal Ginjal

2 days ago 5
Transplantasi Ginjal Lebih Efektif dan Efisien bagi Penderita Gagal Ginjal Ilustrasi(Dok Kementerian Kesehatan)

WAKIL Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa saat ini masyarakat dapat melakukan transplantasi ginjal di 19 center transplantasi ginjal di Indonesia dan jumlahnya akan terus bertambah. 

“Ada satu yang sedang mengurus untuk di DKI Jakarta dan saya sedang berusaha agar hal itu terwujud pada saat yang tidak terlalu lama lagi,” ungkapnya dalam acara Public Discussion Kidney Day di Jakarta, Selasa (11/3). 

Lebih lanjut, menurutnya penyakit katastropik seperti penyakit ginjal ini jika tidak tertangani, maka pembiayaan kesehatan semakin lama semakin meningkat. 

“Karena itu kita coba kalkulasi, pasien dengan cuci darah ternyata setelah dikalkulasi membutuhkan biaya sekitar Rp420 juta per tahun. Padahal kalau dia dilakukan transplantasi ginjal yang sebesar Rp300 juta atau Rp350 juta, maka sebetulnya lebih cost efektif untuk dilakukan transplantasi ginjal dibandingkan dengan melakukan cuci darah terus menerus seumur hidup. Sehingga transplantasi ginjal adalah solusi yang efektif dan cost benefit. Karena itu kita mengembangkan terus upaya untuk melakukan transplantasi ginjal di seluruh Indonesia,” tegas Dante. 

Perluas cakupan layanan

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan, Kemenkes, Lucia Rizka Andalucia menekankan bahwa pemerintah akan terus mengupayakan transplantasi ginjal ini berjalan bukan hanya di Jakarta atau rumah sakit besar saja, tapi di seluruh Indonesia, di mana pasien mempunyai akses untuk mendapatkan layanan transplantasi ginjal. 

Selain itu, akses dan ketersediaan obat dalam pelayanan kesehatan juga perlu untuk dilaksanakan atau diupayakan oleh pemerintah. 

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan perbekalan kesehatan. 

“Perbekalan kesehatan ini salah satunya adalah obat-obatan, jadi obat-obatan untuk transplantasi ginjal ini termasuk di dalam perbekalan kesehatan yang harus terus dijaga baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah ketersediaannya, termasuk juga di PP 28/2024 sebagai turunan UU Kesehatan bahwa kita terus menjaga agar ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, termasuk obat-obatan dilakukan di seluruh daerah di Indonesia,” ujar Lucia. 

Beberapa terobosan telah dilakukan oleh Kemenkes terutama dalam hal mengelola agar perbekalan kesehatan tersebut efektif dan efisien, lebih merata dan lebih banyak lagi masyarakat yang memiliki akses terhadap obat. 

Kalau tidak dikelola secara efektif dan efisien, mungkin akan semakin sedikit orang yang dapat mengakses pelayanan kesehatan. 

“Untuk mendapatkan harga yang efektif dan efisien, kita melakukan konsolidasi dan negosiasi. Artinya seluruh Indonesia ini berapa yang memakai obat x, kita konsolidasikan, kalau semakin banyak tentu akan semakin kuat posisi kita dan kita akan mendapat harga yang efisien, sehingga pemerataan kepada seluruh masyarakat juga tercapai,” jelasnya. 

Penjaminan BPJS Kesehatan

Di lain pihak, Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir memaparkan data dari BPJS Kesehatan yang menyatakan bahwa prevalensi gagal ginjal pada 2023 mencapai 1,5 juta jiwa. 

“Pengobatannya 97% itu HD dan CAPD itu hanya 2% saja. Apalagi transplantasi ginjal tidak sampai 1%. Tindakan transplantasi sejak 1987 itu hanya 1.270 tindakan yang dilakukan hingga 2020. Kalau kita lihat untuk CAPD saja biaya mencapai Rp76 juta per tahun ini untuk pasien mengambil cairan saja tanpa dilakukan perawatan. Kalau HD itu Rp92 juta per tahun hanya 2 kali seminggu. Untuk transplantasi ginjal itu pemeliharaannya hanya Rp54 juta per tahun,” tegas Tony. 

“Saya sudah 9 tahun dan alhamdulillah belum pernah rawat inap. Dulu ketika saya rutin cuci darah, setahun itu bisa 2-4 kali masuk rumah sakit. Entah masalah demam, infeksi, CDL dan lainnya,” sambungnya. 

Kesulitan yang dihadapi oleh para pasien gagal ginjal saat ini menurutnya adalah pergantian merek obat takrolimus untuk pasien BPJS Kesehatan di 2024 diganti dengan non-originator. Menurutnya takrolimus ini penting bagi pasien transplantasi karena untuk mengukur organ yang ditransplantasikan agar tetap sehat.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan bahwa biaya pelayanan kesehatan untuk gagal ginjal kronik menggunakan BPJS Kesehatan sampai dengan 2024 sudah mencapai Rp11 triliun. 

“Selain itu, pada 2024 terdapat 132 tindakan transplantasi ginjal yang menjadi penjaminan BPJS Kesehatan. Terjadi kebaikan 43% jika dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu terdapat 3.085 peserta BPJS Kesehatan yang rutin mendapatkan paket CAPD dan 134.057 peserta rutin mendapatkan penjaminan tindakan hemodialisa,” kata Ali Ghufron. 

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menekankan bahwa saat ini hal yang paling penting untuk dilakukan adalah menyehatkan JKN dan BPJS Kesehatan. 

“Hal yang menjadi concern ini soal pembiayaan karena iuran kita sudah enggak naik sudah 4 tahun. Lalu iuran kita juga paling murah di dunia. Sementara rasio klaim BPJS ini 107%. Berarti defisit kan sebetulnya. Aset bersih BPJS Kesehatan juga semakin turun setiap tahunnya. Pemerintah mampunya menaikkan iuran di 2026. Semoga masih selamat,” ucap Edy. 

“Dengan iuran yang naik dan keuangan BPJS kuat, berapa pun permintaan KPCDI pasti dipenuhi. Tapi kalau misalnya keuangannya belum kuat harus ada yang direm. Ini dilemanya negara. Peserta BPJS Kesehatan ini juga 96 juta merupakan PBI APBN dan 35 juta PBI APBD sehingga 140 juta peserta itu dibiayai oleh negara. Jadi negara ini sebetulnya sudah sangat concern terhadap kesehatan. Sehingga yang perlu dilakukan adalah terus menjaga kesehatan keuangan BPJS Kesehatan,” pungkasnya. 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |