Teater Mimpi Anak Pesisir Dukung Gerakan Belarasa

1 week ago 8
Teater Mimpi Anak Pesisir Dukung Gerakan Belarasa (MI/HO)

PERTUNJUKAN teater musikal berjudul Mimpi Anak Pesisir akan menjadi puncak emosional dalam peluncuran Gerakan Belarasa, Sabtu, 3 Mei 2025 di Museum Nasional Jakarta. Drama berdurasi 30 menit ini akan ditampilkan dua kali di Ruang Teater Museum Nasional, masing-masing pukul 14.30 dan 16.00 WIB.

Pertunjukan ini bukan sekadar pementasan. Ia adalah pernyataan keberanian dari anak-anak pesisir utara Jakarta dan para penyandang disabilitas. Mereka yang selama ini hidup di pinggiran narasi kini mengambil panggung utama.

Diproduseri oleh Tanta Ginting dan disutradarai oleh Rusmedi Agus, Mimpi Anak Pesisir menampilkan kolaborasi antara seniman profesional dan warga dampingan Lembaga Daya Dharma (LDD) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Musik oleh Afa Victoria, koreografi oleh David Fitri, serta penampilan istimewa dari aktor utama Gabriel Harvianto, menjadikan teater ini sebuah pengalaman yang utuh: menyentuh, menyala, dan menyuarakan yang tak terdengar.

"Tugas saya bukan membuat mereka terlihat kasihan, tetapi menunjukkan bahwa mereka bisa. Anak-anak yang disebut miskin atau disabilitas ternyata mampu tampil dan menyentuh hati," ujar Tanta Ginting dalam rilis pers, Jumat (25/4).

Disusun dari benang program sosial LDD--pendidikan anak, pemberdayaan ekonomi, hingga pendampingan disabilitas--Mimpi Anak Pesisir menjadi panggung pengakuan bahwa suara dari pinggiran layak hadir di ruang terhormat, dan disambut dengan hormat.

Ketua LDD KAJ, Romo Adrianus Suyadi, menambahkan, "Biarlah mereka yang selama ini terpinggirkan menjadi subjek yang bersuara, bukan objek belas kasihan."

Bukan milik agama

Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo, yang akan membuka acara secara langsung, menegaskan bahwa semangat belarasa bukan milik agama tertentu, melainkan milik semua nurani. "Gerakan Belarasa ini bukan hanya panggilan Katolik, tetapi panggilan untuk siapa pun yang ingin dunia yang lebih adil dan manusiawi."

Gerakan ini menjadi perwujudan ajaran kemanusiaan Paus Fransiskus yang menekankan pentingnya iman, persaudaraan, dan bela rasa sebagai inti hidup beragama. "Paus Fransiskus bukan sekadar pemimpin gereja Katolik, tetapi juga pribadi yang mewariskan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis (24/4).

Kardinal Suharyo menegaskan sejak 2014, Keuskupan mengajak umat Katolik untuk hidup semakin beriman, semakin bersaudara, dan semakin berbela rasa. Tiga nilai ini pula yang kemudian diangkat menjadi tema kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia pada 2024 yang disambut dengan penuh makna oleh seluruh umat lintas agama.

"Ketika berpulang pun, beliau tidak menginginkan kemegahan dalam upacara pemakamannya. Itu teladan sejati," katanya. (Ant/I-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |