
SEBUAH studi baru yang menelusuri perubahan dunia dari tahun 2000 hingga 2022 memberikan kesimpulan mengkhawatirkan. Sistem penopang kehidupan di Bumi kini menghadapi tekanan sosial dan lingkungan pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Meskipun ekonomi global tumbuh lebih dari dua kali lipat selama dua dekade terakhir, miliaran orang di dunia masih kekurangan kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan layanan kesehatan. Para ilmuwan memperingatkan enam dari sembilan batas aman planet telah terlampaui, menandakan kondisi Bumi semakin kritis.
Penelitian ini menggunakan kerangka Doughnut Economics, yang menggambarkan “ruang aman” bagi manusia: antara fondasi sosial minimum dan batas ekologis maksimum. Jika manusia gagal menjaga keseimbangan di antara keduanya, maka kesejahteraan sosial dan stabilitas lingkungan akan runtuh bersamaan.
Kesenjangan Sosial Masih Menganga
Menurut laporan tersebut, sebagian indikator sosial memang menunjukkan perbaikan. Akses terhadap internet, layanan kesehatan, sanitasi, dan bahan bakar rumah tangga bersih meningkat signifikan. Namun, indikator lain seperti ketahanan pangan, suara politik, serta dukungan sosial justru stagnan atau memburuk.
Secara global, jumlah penduduk yang hidup di bawah standar sosial minimum turun dari 47% menjadi 35% pada 2022. Namun itu masih setara dengan 3 miliar orang yang belum mencapai taraf hidup layak.
Tekanan Lingkungan Terus Meningkat
Di sisi lain, tekanan terhadap lingkungan justru melonjak. Penggunaan nitrogen dan fosfor berlebihan, pencemaran bahan kimia berbahaya, deforestasi, dan peningkatan emisi karbon membuat Bumi kian jauh dari batas aman ekologis.
Menariknya, ketimpangan juga terjadi di sini. Negara-negara terkaya yang dihuni sekitar 15% populasi dunia menyumbang lebih dari 40% kerusakan ekologis global. Sebaliknya, 40% populasi termiskin justru menanggung lebih dari 60% kekurangan sosial dunia. Ironisnya, mereka bukan penyebab utama krisis lingkungan ini.
Tantangan Menuju Dunia yang “Aman dan Adil”
Untuk mencapai target keberlanjutan 2030, kemajuan sosial harus berjalan lima kali lebih cepat. Sementara pemulihan lingkungan perlu berlangsung hampir dua kali lipat lebih cepat dari laju saat ini.
Para peneliti menegaskan, mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa batas bukanlah solusi. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB yang pesat di negara maju tidak otomatis menghapus kemiskinan atau melindungi lingkungan.
Sebaliknya, solusi sejati terletak pada transformasi struktural. Dari energi bersih, sistem pangan berkelanjutan, hingga tata kelola yang lebih adil. Dunia membutuhkan pendekatan yang menyeimbangkan kemajuan sosial tanpa menambah beban ekologis.
“Meski ekonomi global berkembang pesat, miliaran orang masih hidup dalam kesulitan, sementara Bumi terus didorong melampaui batas aman,” ujar Andrew Fanning, penulis utama studi tersebut dari Doughnut Economics Action Lab.
Melalui pembaruan tahunan, “dasbor global” ini akan berfungsi sebagai rapor planet, memantau apakah dunia benar-benar bergerak menuju masa depan yang aman dan berkeadilan bagi semua. (Earth/Z-2)