DPR Dukung Pembentukan Ditjen Pondok Pesantren dan Anggaran Pendidikan untuk Majukan Pesantren

3 hours ago 2
DPR Dukung Pembentukan Ditjen Pondok Pesantren dan Anggaran Pendidikan untuk Majukan Pesantren Santri tengah belajar dengan menggunakan smart board di salah satu pesantren.(Antara)


Runtuhnya salah satu gedung di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny menjadi perhatian publik dan memunculkan wacana pembentukan Direktorat Jenderal khusus yang menangani pesantren di bawah Kementerian Agama.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko menilai keberadaan lembaga baru tersebut penting mengingat besarnya jumlah pesantren dan peran historisnya dalam perjalanan bangsa. Dirinya mendukung agar Direktorat Pesantren ditingkatkan statusnya menjadi Direktorat Jenderal guna memperkuat kewenangan dan kapasitas kelembagaan dalam membina pesantren di seluruh Indonesia.

"Di Indonesia ada sekitar 5 juta santri dan lebih dari 42 ribu pondok pesantren aktif. Jika menjadi Ditjen, lembaga ini akan lebih berdaya dalam melindungi, membina, dan memajukan pesantren,” ujarnya dikutip dari siaran pers yang diterima, Kamis (16/10).

Menurut Singgih, tragedi robohnya bangunan Ponpes Al Khoziny menjadi peringatan akan kerentanan tata kelola dan infrastruktur pesantren. Dia menekankan perlunya peningkatan kualitas, standar bangunan, dan pengawasan teknis agar peristiwa serupa tidak terulang.

“Pesantren memiliki akar sejarah yang kuat dan menjadi benteng pembentukan karakter bangsa. Negara harus hadir memberi dukungan nyata,” jelasnya.

KETIMPANGAN PENYALURAN DANA
Singgih juga menyoroti ketimpangan penyaluran dana untuk pesantren, terutama dari Dana Abadi Pesantren yang dikelola bersama LPDP. Menurutnya, dana tersebut selama ini lebih banyak difokuskan pada beasiswa, sedangkan bantuan untuk pembangunan fisik dan rehabilitasi masih sangat kecil dibandingkan kebutuhan.

Dia menilai, keberadaan Ditjen Pesantren akan memberikan posisi yang lebih setara bagi lembaga pendidikan Islam itu dalam struktur Kementerian Agama, sehingga program bantuan, pelatihan, serta audit teknis bangunan dapat tersalurkan dengan lebih efektif.

“Kalau ada Ditjen khusus, setiap pesantren bisa mendapat akses langsung ke tenaga ahli, inspeksi bangunan, hingga dana perbaikan yang transparan dan tepat sasaran,” sebut dia.

Lebih lanjut, Singgih mengungkapkan bahwa imbal hasil Dana Abadi Pendidikan dan Pesantren pada 2023 mencapai Rp9,3 triliun, namun hanya sekitar Rp250 miliar yang disalurkan ke pesantren. Padahal idealnya, kata dia, Rp900 miliar perlu dialokasikan untuk 5 juta santri agar manfaatnya lebih luas, tidak hanya untuk beasiswa, tetapi juga pembangunan dan pemeliharaan fasilitas.

PENGUATAN SDM PESANTREN
Selain aspek kelembagaan dan pendanaan, Singgih menilai penguatan SDM pesantren juga sangat mendesak. Dia mengingatkan, pesantren merupakan wajah asli pendidikan Islam di Indonesia yang telah berperan besar dalam mencerdaskan bangsa dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan.

“Masih banyak pesantren yang dikelola secara swadaya dengan fasilitas terbatas, teknologi minim, dan guru yang belum tersertifikasi. Data Balitbang Kemenag mencatat lebih dari 60% guru di pesantren belum bergelar sarjana. Ini bukan soal kemampuan, tapi soal akses pendidikan yang belum merata,” tutur Singgih.

Singgih menegaskan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren sudah memberikan dasar hukum kuat bagi negara untuk mendukung pesantren dalam pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Namun hingga saat ini implementasi tersebut masih berjalan lambat.

“Pembentukan Ditjen Pondok Pesantren tidak akan menambah beban Kementerian Agama, karena urusan haji kini sudah ditangani Kementerian Haji. Justru dengan Ditjen ini, pembinaan pesantren akan lebih fokus dan efektif,” pungkas dia. (E-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |