
ANGGOTA Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Delima Azahari menegaskan bahwa pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 seperti larangan zonasi penjualan maupun iklan rokok tidak relevan untuk diimplementasikan di Indonesia. Selain dianggap bias, kebijakan ini dinilai akan memberikan efek berganda, bukan hanya pada sisi pedagang dan UMKM, tapi juga terhadap para petani penghasil tembakau nasional.
"Soal besar dan kecilnya dampak itulah yang harus dibahas dan dikaji lebih mendalam. Jangan sampai kebijakan ini merugikan para petani sebagai produsen tembakau,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Minggu (4/5).
Menurutnya, berbagai pasal tembakau di PP 28/2024 tidak bisa diimplementasikan di Indonesia, terutama karena IHT di tanah air melibatkan jutaan tenaga kerja, termasuk petani dan UMKM di daerah.
"Oleh karena itu, HKTI mendesak pemerintah untuk melakukan deregulasi terhadap pasal-pasal yang dianggap berpotensi menekan pertumbuhan IHT dan mengancam kesejahteraan petani," tegas dia.
Lebih lanjut, Delima menilai bahwa sampai saat ini belum ada kajian teknis komprehensif mengenai dampak kebijakan larangan zonasi penjualan dan iklan rokok serta penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek terhadap serapan tembakau lokal maupun keberlangsungan industri kecil. Padahal pada sektor ini, kata Delima, diperlukan kajian secara komprehensif dan mendalam untuk mengukur dampak, termasuk ekonomi dan kesejahteraan pekerja hingga petani.
"Karena setahu saya, sampai saat ini belum ada kajian teknisnya. Tujuan kita adalah agar industri tembakau kita makin besar di pasar global,” tambahnya.
HKTI juga memberikan beberapa saran untuk pemerintah, di antaranya mendorong Kementerian Perindustrian (Kemenperin) agar segera melakukan telaah mendalam terhadap dampak pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024 maupun wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek terhadap industri hasil tembakau.
Lebih lanjut, Delima menekankan bahwa regulasi yang membebani atau merugikan harus dievaluasi dan disesuaikan agar tidak menjadi hambatan bagi pengembangan sektor pertanian dan industri terkait. Hal ini sejalan dengan perintah Presiden Prabowo Subianto untuk menderegulasi kebijakan-kebijakan yang dapat menghambat perekonomian nasional.
Ia pun berharap pemerintah tetap memprioritaskan perlindungan terhadap petani dan pekerja industri padat karya, termasuk IHT, melalui kebijakan yang mendukung perluasan pasar baik di dalam negeri maupun secara global. “Apa pun kondisinya pemerintah harus menjaga dan menjamin perluasan pasar petani dan IHT melalui kerja sama regional dan global,” pungkasnya. (H-2)