Otonomi Daerah Ajang Refleksi dan Evaluasi Pemerintah Pusat dan Daerah

5 hours ago 1
Otonomi Daerah Ajang Refleksi dan Evaluasi Pemerintah Pusat dan Daerah Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto .(MI/Susanto)

PELAKSANAAN otonomi daerah saat ini cenderung mengalami kemunduran bahkan terbilang tidak baik-baik saja.

Pasalnya, timbul resentralisasi dan deotonomisasi atau terjadi penarikan berbagai kewenangan sektoral oleh pemerintah pusat antara lain di bidang kehutanan, pertambangan, kelautan dan perikanan, perumahan, dan aneka perizinan. Padahal, kewenangan sektoral tersebut adalah nyawa dari otonomi daerah.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan, otonomi daerah sejatinya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pemerataan pembangunan.

Ia mengingatkan, pelaksanaan otonomi daerah harus menjadi ajang refleksi dan evaluasi bersama antara pemerintah pusat dan daerah. “Kita jangan pernah lupa, untuk apa otonomi daerah. Otonomi daerah adalah untuk kesejahteraan dan pemerataan,” ungkap Bima.

Di sisi lain, Bima mengakui, masih terdapat daerah yang memerlukan pembinaan dan pengawasan. Bima menilai beberapa daerah perlu menekankan pentingnya kepemimpinan yang adaptif, kolaboratif, serta mampu membangun ekosistem ekonomi kreatif dan menciptakan kemudahan berusaha.

“Kepemimpinan dengan cara pandang yang sekarang harus jauh lebih inovatif, lebih kolaboratif dengan membangun kerja sama dengan semua stakeholders, bermitra dengan swasta menguatkan pentahelix, dan berpikir kreatif untuk membangun ekosistem bagi pengembangan ekonomi kreatif,” tegasnya.

Bima membantah bahwa pemerintah pusat mengambil kewenangan sektoral. Menurut Bima, pemerintah pusat tidak hanya sebagai pengawas, melainkan juga sebagai mitra strategis daerah.

Bima menyebut sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem kesatuan yang menitikberatkan pada kerja sama dan sinergi antarpemerintah.

“Sinkronisasi, akselerasi, dan sinergi adalah fokus utama Kementerian Dalam Negeri hari ini. Evaluasi itu dilakukan dalam kerangka sejauh mana kesejahteraan itu bisa dijemput, dicapai, dan direalisasikan,” tegasnya.

Terkait tantangan otonomi ke depan, Bima menyoroti pentingnya pengembangan sumber daya manusia, penerapan sistem meritokrasi dalam birokrasi daerah, serta penyederhanaan regulasi agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi.

Mantan Wali Kota Bogor itu  juga merespons isu mengenai efisiensi dan keselarasan program strategis nasional dengan kebutuhan daerah.

Bima menilai program nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih justru menjadi pendorong percepatan pembangunan daerah.

“Isu utama kita, sentralisasi dan desentralisasi, bukan soal kewenangan atau pembagian kekuasaan, tetapi persoalan sinkronisasi dan sinergi semata-mata untuk pengembangan potensi daerah dan kesejahteraan rakyat,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik menyebut rencana pemekaran di beberapa daerah masih menunggu aturan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penataan Daerah dan RPP tentang Desain Besar Penataan Daerah.

“Aturan ini belum disahkan, baru diharmonisasi. Sudah diharmonisasi tahun 2016. Cuma kan pembelakuannya kan kita menunggu. Kebijakan pimpinan Sementara perkembangannya kan juga cukup tinggi. Dari 2016 sampai 2025. Pasti ada daerah yang bertumbuh dengan bagus,” ujarnya.

Akmal juga membeberkan ada enam daerah diusulkan bakal naik pangkat menjadi istimewa, lalu ada lima daerah menjadi khusus.

Lima daerah telah mengusulkan status sebagai otonomi khusus, yaitu Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara.

Namun, Akmal belum bisa merepons untuk detilnya daerah mana saja yang menjadi istimewa. “Ya, contohnya seperti daerah Bali, minta jadi daerah khusus, Sumatera Barat juga minta itu. Daerah-daerah yang merasa memiliki kekhususan lah yang mereka minta istimewanya,” terangnya. (Ykb/P-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |