
PEMERINTAH diminta serius menghentikan operasi truk kelebihan dimensi dan muatan (over dimension dan overload/ODOL), untuk mencegah berulangnya kecelakaan lalu lintas, merawat infrastruktur jalan, serta menjaga kelancaran lalu lintas.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mencatat kecelakaan truk di Ciawi, Purworejo, dan Semarang yang terjadi belakangan ini, dan juga di beberapa lokasi lainnya telah mendatangkan banyak kerugian material dan menghilangkan nyawa manusia.
"Memang hampir setiap hari terjadi kecelakaan angkutan barang. Sebelum ada jalan tol, truk sudah sering memunculkan musibah. Lalu setelah ada jalan tol, gantian truk ditabrak dari belakang. Istilahnya tabrak depan belakang di jalan tol," ungkap Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan MTI Pusat, Djoko Setijowarno, Selasa (13/5).
Menurut dia, kecelakaan truk di jalan raya sering sebagai akibat kelalaian dalam persiapan kendaraan. Selain kompetensi pengemudi, kondisi kendaraan yang kurang terawat membuat kecelakaan yang melibatkan angkutan barang terus terjadi.
Berbagai kejadian laka itu, mencerminkan lemahnya tata kelola dan kurangnya upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan pemerintah. "Karena itu, harus ada keseriusan dari Pemerintah untuk membenahi," tandas dia
Perang tarif
MTI mencoba mengurai UU 22/ 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang ternyata memunculkan perang tarif yang tidak sehat di bisnis transportasi barang. Imbas perang tarif, para pengusaha truk berupaya menekan biaya sedalam-dalamnya agar mendapatkan tender dari perusahaan pemilik barang.
Hal ini dipicu Pasal 184 dari UU tersebut, yang mengatur tentang penetapan tarif angkutan barang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum. Ini harus segera direvisi
Djoko menegaskan, tarif angkutan barang sebaiknya ditetapkan pemerintah, dan bukan melalui kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan barang. Sebab hal inilah yang menyebabkan terjadinya variasi tarif signifikan antara perusahaan angkutan, yang disebut sebagai perang tarif.
Perang tarif angkutan barang, menjadikan persaingan harga tidak sehat antara pengusaha angkutan barang. "Celakanya perang tarif ini berdampak pada kerusakan infrastruktur jalan dan daya saing pengusaha. Kerusakan jalan disebabkan kendaraan barang berdimensi dan muatan berlebih," sergah Djoko
MTI mengapresiasi perintah Presiden Prabowo Subianto, yang memerintahkan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) untuk menginisiasi langkah dialog untuk membenahi angkutan barang tersebut, dengan melibatkan 11 instansi dan kelompok masyarakat yang peduli akan keselamatan transportasi.
Yang diundang antara lain Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Forum Studi Transportaai antar Perguruan Tinggi (FSTPT), Institut Studi Transportasi (Instran), Inteligent Transportation System (ITS), Korlantas Polri, Ditjen Perhubungan Darat dan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, PT Jasa Marga, PT Jasa Raharja, dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
"Dan masih ada sejumlah instansi dan kelompok masyarakat yang perlu didengar masukannya, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Road Safety Assosiation (RSA), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Asosiasi Logistik Indonesia, Komunitas Pengemudi Truk, PT Hutama Karya," kata dia
Zero ODOL
MTI mendapatkan informasi Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menhub Dudy Purwagandhi akhirnya telah mampu membuat kesepakatan menerapkan kebijakan zero ODOL atau jalanan tanpa truk berlebih muatan.
Menperin Agus Gumiwang menyebutkan, bahwa penerapan zero ODOL akan secepatnya dilaksanakan setelah mempertimbangkan beragam aspek. Salah satu komponen utama adalah meningkatkan daya saing industri.
Bahkan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menargetkan penerapan aturan Zero ODOL berlaku efektif 2026.
"Tentu langkah itu perlu diapresias, mengingat sudah 20 tahun lebih telah berlangsung praktek truk ODOL ini," beber akademisi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijopranoto, Semarang ini
Harapan MTI, kebijakan Zero ODOL yang akan diberlakukan efektif pada 2026 itu, regulasinya dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang penguatan logistik nasional. Di dalamnya memuat aturan tentang insentif bagi pelaku usaha.
Jangan fokus di jalan
Pada bagian lain, MTI juga berharap, angkutan barang jangan difokuskan atau ditumpukkan melintas di jalan raya. Sebagai negara kepulauan, negara ini masih mempunyai jaringan jalan rel. Di Pulau Jawa sepanjang 4.573 km, terbagi rel tunggal 1.229 km (26,9%), rel ganda 3.285 km (71,8%), dan rel dobel ganda 59 km (1,3%).
Selain itu, masih ada pula perairan untuk logistik antar pulau dan aliran sungai. Jalan rel tidak setara dengan jalan raya." Angkutan logistik menggunakan jalur KA dikenai PPN 11 persen. Moda KA menggunakan BBM non subsidi dan menggunakan jalan rel masih dikenakan track access charge (TAC)," tutur dia
Sementara lewat jalan raya menggunakan BBM subsidi, tidak dikenakan PPN, menggunakan jalan arteri tidak dipungut biaya dan jika lewat tol dikenakan tarif.
Namun moda transportasi jalan, umumnya lebih murah jika digunakan untuk angkutan yang jaraknya relatif pendek, kurang dari 500 km. Sedang untuk kereta api lebih kompetitif pada jarak menengah antara 500 – 1.500 km, dan untuk jarak lebih dari 1500 km moda transportasi laut akan lebih murah.
Data Bappenas (2023), biaya logistik nasional Indonesia sebesar 14,29 persen dari PDB untuk tahun 2022, sekitar 8,79 persen adalah biaya transportasi. Skor Logistics Performance Index (LPI) Indonesia tahun 2023 sebesar 3,0, di bawah sejumlah negara ASEAN (Singapura (4,3), Malaysia (3,6), Thailand (3,5), Filipina (3,3), Vietnam (3,3).
Perlu Roadmap
MTI menganggap, Pemerintah memerlukan roadmap, untuk menegaskan tahapan dan langkah-langkah efektif, yang akan membantu tim dan stakeholder untuk memahami posisi saat ini dan langkah selanjutnya dalam mencapai target.
Menurut Djoko, roadmap dapat dibagi dalam tiga periode, misalnya jangka pendek (2025-2026), jangka menengah (2027 – 2029) dan jangka panjang (2030-2045). Di dalam roadmap ada program, indikator dan penanggungjawab dari Kementerian dan Lembaga terkait.
Setelah itu dapat dimulai dari proyek pemerintah dan BUMN yang tidak menggunakan truk ODOL. Baru kemudian ke sektor atau wilayah lainnya. (E-2)