
ADVOKAT Bert Nomensen Sidabutar dihadirkan dalam persidangan dugaan penerimaan gratifikasi mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Mulanya jaksa mencecarnya soal proses pembuatan film Sang Pengadil.
“Sempat disampaikan enggak keuntungan dari nilai berapa? Untuk keuntungan dari Bapak sendiri?” kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (28/4).
Sang Pengadil merupakan film yang diproduseri Zarof. Dia meminta Bert memberikan dana untuk produksi film tersebut. Mantan pejabat di MA itu meminta bantuan Bert untuk memproduksi film itu karena sudah kenal lama.
“Itu kan sahabat saya, saya percaya, pasti masa iya modal kita, pasti masa iya modal kita, pasti ada keuntungannya berapa (dibagi),” ujar Bert kepada jaksa.
“Keuntungannya ada dibicarakan enggak kamu dapat sekian persen?” ujar jaksa.
“Tidak ada,” jawab Bert.
Menurut Bert, Zarof meminta Rp1 miliar untuk produksi film itu dengan janji keuntungan atas karya yang dibuat. Tapi, Bert diduga menitipkan perkara kepada Zarof. Kasus ditangani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun tida dijelaskan detil perkara tersebut.
“Karena uang bakal terbang pasti, saya juga ngomong beliau titip perkara,”: terang Bert.
Jaksa sempat membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Bert, terkait penitipan perkara ini. Pernyataan saksi itu tercatat dalam berkas nomor sembilan pada paragraf terakhir.
“Saya sudah membantu pendanaan film yang diproduseri oleh tersangka. Namun, semua hasil perkara yang diminta tolong tidak sesuai dengan harapan saya,” ujar jaksa membacakan BAP.
Bert mengaku keterangan itu didasari karena kekecewaannya kepada Zarof. Sebab, putusan perkara tidak sesuai dengan yang dimaunya.
“Jadi, saya sudah bantu Rp1 miliar, hasilnya (perkaranya) kan tolak perkara saya, dihukum ponakan saya. Jadi, wajar lah kita kecewa kan,” terang Bert.
Dia menegaskan uang yang diberikan kepada Zarof untuk penanganan perkara. Menurutnya, janji penyerahan uang untuk pendanaan film.
Zarof Ricar didakwa menerima gratifikasi berupa uang. Penerimaan dilakukan dalam kurun waktu sepuluh tahun, yakni dari 2012 sampai 2022.
“Bahwa terdakwa Zarof Ricar selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima gratifikasi yaitu menerima uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing (valuta asing),” kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusar, Senin, 10 Februari 2025.
Zarof mengumpulkan gratifikasi dari mulai menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Ditjen Badilum MA, sampai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Ditjen Badilum MA. Total, uang yang dikumpulkan menyentuh ratusan miliar dan puluhan kilogram emas.
“Nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp915 miliar dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 kilogram dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali,” ucap jaksa.
Zarof diduga telah memanfaatkan jabatannya untuk bertemu dengan sejumlah pejabat sampai hakim di MA. Total gratifikasi yang diduga diterimanya tidak masuk akal dengan penghasilannya sebagai ASN. (P-4)