
PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar( menggelar pelatihan pembuatan pupuk organik pada kelompok dan koperasi peternak sapi berbahan kotoran hewan (kohe). Tujuannya, agar wilayah Jabar terbebas dari limbah kohe. Sebab selama ini kohe belum dimanfaatkan maksimal agar bisa bernilai ekonomi.
Sekda Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, mengatakan, pemanfaatan dan pengelolaan kohe merupakan salah satu langkah strategis dalam mendukung pertanian berkelanjutan. "Persoalan kohe ini memang menjadi tantangan, tapi sekaligus peluang. Kalau dikelola dengan baik, manfaatnya akan luar biasa baik untuk lingkungan maupun kesejahteraan peternak," kata Herman di Lembang, Kamis (9/10).
Program ini dijadwalkan berlangsung pada bulan ini melalui kegiatan Training of Trainers (TOT) dengan melibatkan 21 kelompok tani dan peternak sebagai proyek percontohan (piloting). Tiap kelompok bakal diberi pendampingan dan peralatan pengolahan sehingga kohe bisa diubah menjadi pupuk organik berkualitas.
"Kami menargetkan pada akhir 2025, program ini sudah direplikasi oleh kelompok lain di berbagai daerah. Dengan begitu, 2026 menjadi tahun Jabar benar-benar bebas kohe," ujarnya.
Selain pelatihan, pihaknya juga tengah menyiapkan dua lokasi pabrik pengolahan pupuk organik berskala usaha, yakni di wilayah Lembang dan Pangalengan. Pabrik tersebut akan mengikuti standar PT Pupuk Indonesia, sementara dukungan fasilitas dan pelatihan diberikan oleh Pemprov Jawa Barat.
Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat, Dedi Setiadi, mengungkapkan, berdasarkan kajian teknis, kualitas kotoran sapi dinilai lebih baik sebagai bahan dasar pupuk dibanding kotoran ayam.
"Langkah ini diharapkan bisa meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Pupuk organik dari kohe memiliki kandungan unsur hara tinggi dan mampu memperbaiki struktur tanah tanpa merusak ekosistem," tuturnya.
Lebih jauh, pihaknya bersama pemerintah daerah juga tengah menyiapkan mesin pengolahan kohe yang akan didistribusikan ke kelompok peternak. Hasil pupuk organik tersebut nantinya akan dipasarkan secara luas agar memberikan nilai tambah bagi ekonomi masyarakat pedesaan. Dedi menambahkan, salah satu tantangan yang dihadapi adalah pemasaran hasil kompos. Karena itu, melalui kerja sama dengan PT Pupuk Indonesia, pemerintah berharap hasil produksi pupuk organik para kelompok tani bisa terserap oleh pasar.
"Penyerapan pupuk organik di Jawa Barat baru sekitar 6% hingga bulan ini. Maka perlu dorongan sosialisasi dari penyuluh pertanian agar penggunaan pupuk organik semakin meningkat," bebernya. (M-2)