
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Minggu (25/5) membela kebijakan pemerintahannya yang melarang penerimaan mahasiswa asing di Universitas Harvard. Kebijakan tersebut sebelumnya ditangguhkan sementara oleh seorang hakim setelah Harvard mengajukan gugatan hukum.
Dalam pernyataannya di platform Truth Social, Trump mengkritik besarnya jumlah mahasiswa asing di Harvard yang tidak memberikan kontribusi finansial terhadap pendidikan mereka.
"Mengapa Harvard tidak mengatakan bahwa hampir 31% mahasiswanya berasal dari negeri, namun negara-negara tersebut, beberapa di antaranya tidak bersahabat dengan Amerika Serikat, tidak membayar apapun untuk pendidikan mahasiswanya, dan mereka juga tidak pernah berniat untuk membayarnya," tulis Trump seperti dilansir CNA, Senin (26/5).
Trump menambahkan, pemerintah memiliki hak untuk mengetahui identitas para mahasiswa internasional karena Harvard menerima miliaran dolar dari pemerintah federal.
"Kami ingin tahu siapa saja mahasiswa asing tersebut, permintaan yang wajar karena kami memberikan miliaran dolar kepada Harvard, tetapi Harvard tidak sepenuhnya bersedia," ujarnya.
Tuai Kritik dan Tantangan Hukum
Langkah untuk mencabut izin penerimaan mahasiswa asing oleh Harvard diambil oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem pada Kamis (22/5).
Kebijakan ini menimbulkan ketidakpastian terhadap masa depan ribuan mahasiswa internasional dan potensi kerugian finansial yang signifikan bagi Harvard.
Sebelumnya, Noem mengancam akan membatalkan penerimaan mahasiswa asing jika pihak universitas tidak menyerahkan data terkait dugaan keterlibatan pemegang visa dalam aktivitas ilegal dan kekerasan.
Namun, tak lama setelah kebijakan tersebut diumumkan, seorang hakim federal menangguhkan pelaksanaannya.
Gugatan yang diajukan Harvard menyebut langkah pemerintah sebagai tindakan sewenang-wenang, tidak masuk akal, melanggar hukum dan inkonstitusional.
Isu Pendanaan dan Dampak terhadap Mahasiswa Internasional
Pemerintah AS juga mengambil sejumlah tindakan lain terhadap universitas-universitas, termasuk Harvard, dengan dalih memerangi antisemitisme dan meninjau kembali kebijakan keberagaman yang dianggap tidak lagi sejalan dengan prinsip keadilan.
Sejumlah mahasiswa asing yang terlibat dalam demonstrasi menentang perang di Gaza telah dicabut visanya dan dideportasi atas tuduhan mendukung kelompok militan Palestina, Hamas. Pemerintah bahkan telah mendeportasi seorang peneliti dari Sekolah Kedokteran Harvard.
Selain itu, Gedung Putih mengancam akan meninjau kembali pendanaan senilai US$9 miliar untuk Harvard, dan telah membekukan hibah tahap awal sebesar US$2,2 miliar serta kontrak resmi senilai US$60 juta.
Potensi hilangnya lebih dari seperempat mahasiswa asing Harvard akan menjadi pukulan besar, mengingat kontribusi mereka terhadap pendapatan kampus. Biaya kuliah di Harvard bisa mencapai puluhan ribu dolar per tahun.
Meskipun menghadapi tekanan politik, Harvard tetap merupakan universitas terkaya di Amerika Serikat dengan dana abadi mencapai US$53,2 miliar pada 2024. (I-2)