
UNTUK menekan kasus kematian serta stigma dan diskriminasi pada Orang dengan HIV (ODHIV), Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar melalui Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Denpasar menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui program Swakelola Tipe III.
"Program ini dibiayai APBD tapi pelaksananya adalah teman-teman LSM sesuai dengan kapasitas mereka. Misalnya, dalam hal penjangkauan, pendampingan, dan layanan lainnya karena kondisi ODHIV yang masih tertutup atau tersembunyi," kata Sekretaris KPA Denpasar Tri Indarti dalam diskusi dengan media di Denpasar, Senin (16/9).
Adapun program yang dilaksanakan adalah penjangkauan ODHIV yang putus pengobatan Anti Retroviral (ARV) untuk menekan virus HIV sehingga berisiko tinggi mengalami sakit hingga kematian. Program ini dipadukan dengan program notifikasi pasangan, ODHIV diminta memberikan dorongan pada pasangannya agar menjalani tes HIV sehingga akan diketahui statusnya.
Program yang pada tahun 2024 dianggarkan senilai Rp 68,8 Juta itu dilaksanakan oleh Yayasan Spirit Paramacitta. Kegiatan lainnya yang dibiayai dengan swakelola adalah pelatihan Sexual Orientation, Gender Identity and Expression, and Sex Characteristics (SOGIEC), dan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi.
Kegiatan dilaksanakan oleh Yayasan Gaya Dewata dengan tujuan untuk menekan stigma dan diskriminasi akibat perbedaan orientasi seksual di layanan-layanan kesehatan. Anggarannya mencapai Rp 46,4 Juta.
Program swakelola
Direktur Direktur Yayasan Spirit Paramacitta adalah Putu Ayu Utami Dewi menyatakan, program LFU menyasar 100 orang ODHIV dengan melibatkan 5 petugas Penjangkau Lapangan (PL) yang juga dari kalangan ODHIV.
Dari 100 ODHIV yang dijangkau, diketahui 6 orang yang telah meninggal, 9 orang menolak dirujuk untuk menjalani pengobatan ARV, 48 klien menunda pengobatan, 23 klien bersedia kembali menjalani pengobatan dan 14 klien tidak ditemukan alamatnya.
"Alasan menolak atau menunda karena merasa sudah sehat dan menjalani pengobatan alternatif atau karena kondisi pekerjaan yang tidak memungkinkan," sebutnya.
Program ini akan dilanjutkan pada tahun 2025 dengan target 50%–70% akan mau mengakses kembali layanan kesehatan. "Dari program tahun 2024, kami telah merumuskan berbagai strategi yang mungkin bisa diterapkan di lapangan," tegasnya. (OL/E-1)