
TIONGKOK mengungkapkan keprihatinannya terkait rencana Amerika Serikat (AS) untuk mengembangkan sistem pertahanan rudal Golden Dome dan mendesak Washington untuk menghentikan pengembangan serta penyebarannya.
"Sistem yang sangat ofensif ini melanggar prinsip penggunaan luar angkasa secara damai," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning, seperti dilansir Newsweek pada Rabu (21/5).
"Ini akan memperburuk risiko mengubah luar angkasa menjadi medan perang dan memulai perlombaan senjata, serta mengguncang sistem keamanan dan pengendalian senjata internasional," tambahnya.
Sebelumnya, pada Selasa (20/5) Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa ia telah memilih desain untuk proyek tersebut dan menunjuk seorang jenderal Angkatan Luar Angkasa untuk memimpin program yang bertujuan melindungi AS dari ancaman rudal yang datang dari Tiongkok dan Rusia.
Pemimpin militer AS secara konsisten mengingatkan bahwa negara-negara seperti Tiongkok dan Rusia tengah mengembangkan teknologi rudal canggih yang melampaui kemampuan pertahanan AS saat ini. Sistem Golden Dome dirancang untuk menutup celah tersebut.
Trump juga mengungkapkan bahwa pemerintahannya telah memilih konsep utama untuk program Golden Dome. Ini merupakan inisiatif besar senilai US$175 miliar yang akan menandai pertama kalinya AS menyebarkan senjata di luar angkasa.
"Kami benar-benar akan menyelesaikan pekerjaan yang dimulai Presiden Reagan 40 tahun lalu untuk selamanya mengakhiri ancaman rudal ke tanah air," kata Trump.
"Sistem ini akan beroperasi penuh sebelum akhir masa jabatan saya," ujarnya
Dia juga mengklaim bahwa sistem tersebut dapat mencegat rudal bahkan jika diluncurkan dari luar angkasa.
Inisiatif ini mengingatkan pada Program Star Wars yang diusulkan Presiden Ronald Reagan pada 1983 yang dikenal sebagai Strategic Defense Initiative (SDI).
Program tersebut bertujuan melindungi AS dari serangan rudal nuklir, terutama dari Uni Soviet, dengan menggunakan teknologi ruang angkasa seperti laser dan pencegat satelit untuk menghancurkan rudal balistik antarbenua (ICBM) sebelum mencapai wilayah AS.
Meskipun gagasan ini menarik perhatian global, SDI mendapat kritik karena dianggap tidak layak secara teknologi dan mahal pada masanya. (I-2)