
TERKAIT rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membangun reaktor nuklir di Indonesia, maka perlu membentuk Direktorat Jenderal Ketenaganukliran. Itu dalam rangka ketahanan energi sebagai hasil negosiasi dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin dan beberapa petinggi Rusia.
"Pemerintah harus segera membentuk Direktorat Ketenaganukliran untuk mewujudkan rencana mendirikan reaktor nuklir 250 MW sebagai langkah awal dari target 35 GW pada 2032," ujar Kepala Desk Energi GREAT Institute Turino Yulianto dalam keterangannya, Rabu (30/4).
Selain itu, Turino mengingatkan perlunya BUMN PT. Industri Nuklir Indonesia diberikan tanggung jawab merealisasikan pembangunan nuklir tersebut. "Tanggung jawab realisasi pembangunan nuklir Indonesia bisa diserahkan kepada BUMN, yaitu PT. Industri Nuklir Indonesia (INUKI).
Pernyataan Turino tersebut merupakan bagian kesimpulan diskusi bertajuk Politik Energi: Menuju Swasembada Energi Melalui Teknologi Nuklir yang diselenggarakan GREAT Institute di Jakarta, Rabu (30/4) di bilangan Gunawarman. Adapun agenda tersebut dihadiri tenaga ahli Menteri ESDM Irwanuddin Kulla, eks pimpro PLTN Muria Arnold Soetrisnanto, dosen Unhan Mayjen (Purn) Pujo Widodo, pendiri jurusan teknik nuklir UGM Kusnanto, ahli nuklir CDC Amerika Supriyadi Sadi, ahli nuklir ITB Sidik Permana, dosen Nanyang Technological University Sulfikar Amir, Manajer Kampanye WALHI Dwi Sawung, hingga pendiri GREAT Institute Syahganda Nainggolan.
Sementara itu Profesor Sidik Permana, guru besar ITB, salah seorang korban langsung bencana nuklir Fukushima 2011 lalu, menekankan agar Satgas Percepatan Pembangunan PLTN jangan sebatas wacana. "Presiden Prabowo harus mempunyai kerangka waktu yang jelas dan tepat," kata dia.
Sebab, menurut dia, dibandingkan negara-negara berkembang lainnya, seperti Jepang, India dan Korea, yang sama-sama memulai riset nuklir sejak 1960an, saat ini sudah merealisasikan PLTN tersebut, sementara Indonesia gagal. Sidik mengutarakan perbandingan perkembangan nuklir di negara-negara lain dengan Indonesia.
Dalam kesempatan itu pula, Dwi Sawung, meminta pemerintah harus sungguh-sungguh meyakinkan masyarakat bahwa energi nuklir tersebut aman dan tidak merusak lingkungan. "Selama ini WALHI menolak PLTN Nuklir karena tidak berhasil diyakinkan pemerintah tentang keamanan teknologi tersebut", jelas Sawung. (Cah/P-3)