Survei: 91% Masyarakat Indonesia Dukung Aksi Perubahan Iklim

3 hours ago 3
 91% Masyarakat Indonesia Dukung Aksi Perubahan Iklim Petugas memilah sampah plastik saat proses pengolahan sampah di TPA BLE Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (19/4/2025)(ANTARA/IDHAD ZAKARIA)

SURVEI terbaru yang diluncurkan Global Methane Hub mengungkapkan mayoritas masyarakat Indonesia menyatakan dukungan terhadap upaya untuk meminimalkan dampak dari perubahan iklim. Rinciannya, sebanyak 91% mendukung, termasuk 68% di antaranya sangat mendukung.

Selain itu, mayoritas masyarakat juga mendukung upaya menanggulangi emisi metana berbahaya (89% mendukung, 59% di antaranya sangat mendukung).

Survei itu dilangsungkan di 17 negara termasuk Indonesia melalui pendanaan dari Global Methane Hub. Tujuannya untuk menganalisis dukungan publik terhadap solusi perubahan iklim, termasuk di dalamnya upaya mengurangi dampak dari polusi metana berbahaya.

Survei ini mengungkap bahwa hampir seluruh (98%) masyarakat Indonesia percaya terhadap perubahan iklim, dengan 81% di antaranya meyakini kegiatan manusia sebagai penyebab utamanya. Angka ini merupakan salah satu yang tertinggi di antara 17 negara yang disurvei.

Temuan tersebut menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan kesadaran dan pemahaman yang tinggi terhadap perubahan iklim. Indonesia juga berada dalam jajaran teratas di antara negara lain dalam hal dukungan yang kuat terhadap aksi penanggulangan polusi gas metana.

Sekitar 5 dari 10 masyarakat Indonesia juga mengaku merasakan dampak perubahan iklim secara signifikan dalam kehidupannya. Itu melampaui persentase responden yang merasakan dampak serupa di negara-negara di belahan bumi bagian Utara.

“Di Indonesia, dampak iklim bukan hanya risiko di masa depan, tetapi juga sudah terjadi saat ini. Itulah mengapa masyarakat Indonesia menunjukkan tingkat dukungan terbesar terhadap aksi iklim yang berani di antara negara-negara yang kami survei,” kata CEO Global Methane Hub Marcelo Mena dalam keterangannya, Senin (5/5).

“Mereka memahami apa yang dipertaruhkan, dan mereka melihat pengurangan metana sebagai prioritas utama untuk mendinginkan planet ini dengan lebih cepat,” imbuhnya.

Indonesia merupakan negara yang banyak terdampak banjir dan tanah longsor. Perubahan iklim dan degradasi lingkungan menjadikan risiko bencana tersebut menjadi semakin sering dan bertambah parah.

Selain itu, Indonesia menghadapi persoalan kurang optimalnya pengelolaan sampah yang sering ditandai dengan kebakaran di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS).

Dalam survei itu, masyarakat Indonesia mengaku sangat mendukung (59%) aksi penanggulangan polusi gas metana. Hal itu menunjukkan adanya momentum dari masyarakat untuk aksi kebijakan.

Di antara empat negara yang disurvei di Asia, Indonesia bersama Filipina (43% sangat mendukung) dan Pakistan (44% sangat mendukung) mewakili adanya permintaan yang tinggi terhadap langkah nyata dari pengambil kebijakan. Hal tersebut dapat menjadikan Asia sebagai pemimpin global dalam dukungan untuk mengatasi polusi metana berbahaya.

Direktur Eksekutif YPBB David Sutasurya menekankan perlunya kebijakan nasional yang menangani metana dari sampah organik. Ia mengatakan bahwa meningkatnya kesadaran publik dan dukungan yang kuat untuk pengurangan metana harus mendorong perubahan sistemik di sektor persampahan di Indonesia.

“Temuan dari laporan ini seharusnya dapat meningkatkan kepercayaan diri pemerintah untuk mengimplementasikan amanat nasional yang lebih kuat, terutama untuk pengumpulan sampah organik yang terpisah dari sumbernya dan pengolahan yang terdesentralisasi,” tambah David.

Menurutnya, tindakan-tindakan ini sangat penting seiring dengan rencana pemerintah untuk menutup 343 dari 550 tempat pembuangan akhir (TPA) di seluruh Indonesia. Momen ini juga menjadi kesempatan untuk mengintegrasikan target pengurangan metana yang ambisius-khususnya pada sampah organik-ke dalam Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) berikutnya.

“Meningkatkan ambisi dan menunjukkan kepemimpinan Indonesia di tingkat global, sekaligus menandakan pentingnya pendanaan iklim untuk mendukung solusi lokal, terdesentralisasi dan demokratis, yang didukung oleh kelompok masyarakat dan sektor informal, menuju proses transisi yang adil dalam penutupan TPA,” paparnya. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |