
TOILET training adalah tahap penting dalam perkembangan anak. Dari buku cerita tentang pispot hingga celana dalam bergambar pahlawan super, berbagai metode digunakan orang tua untuk melatih anak mereka.
Namun, penelitian menunjukkan usia rata-rata anak dalam menyelesaikan toilet training semakin meningkat. Kini, tim ilmuwan dari University College London (UCL) berupaya mencari metode paling efektif dalam proses ini.
Riset Toilet Training oleh UCL: Mencari Bukti Ilmiah
Sebagai bagian dari "Big Toilet Project," tim UCL mengundang orangtua dari seluruh dunia untuk berbagi pengalaman mereka dalam melatih anak menggunakan toilet. Studi ini bertujuan menemukan metode yang terbukti efektif sehingga anak dapat lebih cepat mandiri. Selain itu, penelitian ini juga berupaya mengurangi limbah popok sekali pakai yang berkontribusi besar terhadap pencemaran lingkungan.
"Saya memahami bahwa ini adalah tantangan besar bagi banyak keluarga," ujar Prof. Mark Miodownik, ilmuwan material yang memimpin proyek ini. "Kami ingin mencari solusi yang menguntungkan semua pihak—membantu anak dan orang tua, mengurangi biaya rumah tangga, serta mengatasi permasalahan limbah plastik."
Faktor Penyebab Keterlambatan Toilet Training
Data menunjukkan usia rata-rata anak dalam menyelesaikan toilet training telah meningkat selama beberapa dekade. Sebuah penelitian di AS mengungkap pada 1950-an, rata-rata anak menyelesaikan toilet training di usia 29 bulan. Namun, pada 2000-an, hanya 40% hingga 60% anak yang berhasil menyelesaikannya di usia 36 bulan. Tren ini juga terlihat di Inggris dan banyak negara Eropa lainnya, bahkan satu dari empat anak di Inggris dan Wales masih belum toilet training saat mulai sekolah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keterlambatan toilet training meliputi:
- Teknologi Popok Modern: Popok sekali pakai yang sangat menyerap cairan membuat anak sulit merasakan sensasi basah, sehingga menghambat kesadaran mereka terhadap kebutuhan buang air.
- Perubahan Gaya Parenting: Pendekatan yang lebih berorientasi pada anak (child-led approach) serta meningkatnya jumlah anak di tempat penitipan juga berperan dalam keterlambatan ini.
- Kurangnya Dukungan Kesehatan: Pengurangan jumlah tenaga kesehatan yang mengunjungi keluarga dan penutupan pusat layanan anak membatasi akses orang tua terhadap edukasi toilet training.
- Pengaruh Media Sosial: Banyak orangtua mengandalkan informasi dari media sosial, tetapi tidak semua saran yang beredar berbasis bukti ilmiah. "Ada banyak influencer yang pendapatnya dianggap kebenaran mutlak," ujar Miodownik. "Namun, riset kami menunjukkan banyak dari mereka tidak memiliki dasar ilmiah."
Partisipasi Orang Tua dalam Big Toilet Project
Untuk memahami lebih dalam pola toilet training, tim UCL mengajak orangtua yang sedang melatih anak mereka untuk mengisi survei lima menit. Mereka juga dapat mencatat perkembangan anak setiap bulan dalam buku harian toilet training sebagai bagian dari studi ini.
Proyek ini diharapkan dapat menghasilkan panduan berbasis bukti yang lebih baik bagi orang tua serta memberikan kontribusi nyata dalam mengurangi limbah popok sekali pakai. Dengan temuan ini, diharapkan toilet training dapat menjadi lebih efektif, ramah lingkungan, dan memberikan manfaat jangka panjang bagi keluarga di seluruh dunia. (The Guardian/Z-2)