
PETENIS Aryna Sabalenka mengatakan “sakit hati karena menunjukkan permainan tenis yang sangat buruk” dalam apa yang ia sebut sebagai “final terburuk yang pernah saya mainkan” usai kalah dari Coco Gauff di final Prancis Terbuka.
Petenis nomor satu dunia itu, yang berambisi meraih gelar Grand Slam keempatnya, tampil penuh frustrasi dan kesalahan dalam kekalahan 6-7 (5-7), 6-2, 6-4 dari Gauff, petenis asal Amerika Serikat.
Sabalenka mencatat 70 unforced error. Petenis asal Belarus ini telah kalah di dua final Grand Slam secara beruntun, setelah sebelumnya dikalahkan dalam tiga set oleh Madison Keys di final Australia Open Januari lalu.
Dalam pidatonya, petenis berusia 27 tahun itu menangis saat meminta maaf kepada timnya atas penampilan buruknya. “Itu sejujurnya adalah permainan tenis terburuk yang saya mainkan dalam entah berapa bulan terakhir,” kata Sabalenka.
“Kondisinya sangat buruk, dan dia (Gauff) jelas lebih baik daripada saya dalam kondisi seperti ini.
“Saya terlalu emosional dan tidak bisa mengendalikan diri dengan baik. Saya rasa dia menang bukan karena bermain luar biasa, tapi karena saya membuat terlalu banyak kesalahan — dari bola-bola yang, kalau dilihat dari luar, terlihat mudah.”
Sabalenka juga pernah kalah dari Gauff di final US Open dua tahun lalu, meski sempat memenangkan set pertama dengan skor 6-2.
Sulit Pertahankan Intensitas
Di Paris kali ini, Sabalenka sempat memimpin 4-1 40-0 di set pertama, namun kesulitan mempertahankan intensitas permainan di tengah angin kencang di Court Philippe Chatrier.
Sebagai petenis yang dikenal dengan pukulan keras dan servis kuat, Sabalenka kesulitan menemukan ritme permainan menghadapi kelincahan Gauff, dan tak mampu mengendalikan rasa frustrasinya.
“Saya tidak bisa terus-terusan tampil seperti ini setiap kali bertemu dia di final Grand Slam dan memainkan tenis seburuk ini,” tambah Sabalenka.
“Rasanya seperti lelucon, seolah ada yang dari atas sedang tertawa dan berkata, ‘ayo kita lihat, bisa nggak kamu mengatasi ini’. Kadang rasanya seperti dia memukul bola dari bagian bingkai raket, tapi entah bagaimana secara ajaib bolanya tetap masuk ke lapangan, dan saya malah dalam posisi bertahan.”
‘Tiket ke Mykonos sudah saya pesan’
Sabalenka telah mencapai tujuh final sepanjang tahun ini, memenangkan tiga gelar, dan memimpin WTA Tour dengan 40 kemenangan dari 47 pertandingan.
Namun, dua kekalahan di turnamen besar jelas terasa menyakitkan. Di Paris, Sabalenka melaju mulus melalui babak-babak awal sebelum menumbangkan juara bertahan tiga kali Iga Swiatek di semifinal yang dramatis.
Ia sebelumnya mengalahkan Gauff di Madrid dalam rangkaian persiapan menuju Roland Garros. Namun Gauff kini memenangkan dua final Grand Slam mereka.
Sabalenka masih akan menjadi unggulan di Wimbledon, karena gaya permainannya yang agresif dinilai cocok untuk lapangan rumput — namun ia mengatakan akan beristirahat terlebih dahulu.
“Saya sudah pesan tiket ke Mykonos,” ujar Sabalenka sambil tertawa.
“Saya butuh beberapa hari untuk benar-benar melupakan dunia yang gila ini [dan] jadi seperti turis saja.”
Mantan petenis nomor satu Inggris, Greg Rusedski, yang menganalisis pertandingan untuk BBC Radio 5 Live, mengatakan Sabalenka “sudah sangat layak diperhitungkan” sebagai kandidat juara di Wimbledon.
“Ia akan mengevaluasi bagaimana bisa lebih tenang di momen-momen penting, tidak membuang energi di lapangan, dan mengelola tekanan dengan lebih baik,” katanya.
“Lapangan rumput sekarang pantulannya lebih tinggi, dan itu cocok untuk gaya mainnya. Kalau dia bisa mengoptimalkan servis slice-nya, saya rasa dia takkan kesulitan beradaptasi di sana.” (BBC/Z-2)