Praktik Penipuan Daring makin Meresahkan

2 hours ago 1
Praktik Penipuan Daring makin Meresahkan (MI/Seno)

PRAKTIK penipuan daring belakangan ini kian meresahkan. Jumlah laporan korban penipuan daring dari waktu ke waktu makin meningkat. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah kasus penipuan daring di Indonesia yang masuk selama setahun terakhir sebanyak 311.597 atau rata-rata 874 laporan per hari. Nilai kerugian masyarakat mencapai Rp7,3 triliun. Itu baru yang berdasarkan laporan resmi. OJK mengakui sangat besar kemungkinan banyak kasus yang tidak dilaporkan oleh pihak korban.

Menurut Global Anti-Scam Alliance, jumlah kerugian masyarakat Indonesia akibat penipuan daring bahkan mencapai Rp49 triliun dalam 12 bulan terakhir. Laporan State of Scams in Indonesia 2025 menemukan 2 dari 3 orang dewasa mengalami penipuan dalam setahun terakhir. Termasuk di dalamnya penipuan di bidang ketenagakerjaan (Media Indonesia, 4 November 2025).

Praktik penipuan daring tidak hanya dilakukan di skala lokal. Praktik jahat ini dilaporkan juga telah melibatkan sindikat internasional. Para pelaku menggunakan teknologi terbaru, dari aplikasi palsu di Playstore hingga manipulasi wajah dengan deepfake.

Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya mengungkap ratusan kasus penipuan online lintas negara telah menjerat ribuan korban di Indonesia. Sepanjang Januari-Agustus 2025, tercatat sebanyak 2.597 laporan polisi terkait tindak pidana siber dengan kerugian masyarakat mencapai Rp24,3 miliar.

Di Indonesia, bentuk penipuan daring yang paling dominan ialah online scam, phishing, dan pinjaman online ilegal (pinjol). Tren kejahatan siber ini meningkat signifikan pada Mei hingga Juli 2025, dengan lebih dari 800 laporan hanya dalam dua bulan tersebut. Tidaklah berlebihan jika di Indonesia disebut telah terjadi darurat penipuan daring. Jumlah korban makin meluas dan sindikat yang terlibat juga makin menglobal.

Penipuan daring pada dasarnya merujuk pada segala bentuk tindakan penipuan yang dilakukan melalui internet, dengan tujuan mencuri data pribadi, keuangan, atau menipu korban untuk mendapatkan keuntungan finansial. Penipuan online semakin marak seiring meningkatnya penggunaan teknologi digital dan transaksi daring.

Dalam praktik penipuan daring, modus yang digunakan pelaku umumnya makin canggih. Mereka tidak hanya melakukan penipuan kerja paruh waktu, investasi kripto fiktif (pig butchering scam), dan pencurian data pribadi korban, tetapi juga praktik pemerasan seksual (sextortiondi dunia online.

Ketika penggunaan media sosial makin marak, di saat yang sama makin berkembang pula berbagai praktik penipuan daring. Penggunan gadget tidak dilandasi oleh literasi digital dan literasi kritis pemakainya sehingga jangan heran jika kemudian terjadi kesenjangan kesadaran masyarakat.

Menurut data Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya, selama ini dalam praktik penipuan daring umumnya pelaku banyak memanfaatkan WhatsApp (486 kasus) sebagai platform utama penipuan, disusul Instagram (98 kasus), Facebook (66 kasus), dan e-commerce (30 kasus).

Metode phishing, smishing, malware, dan deepfake berbasis AI kini juga digunakan untuk mencuri data pribadi korban. Di dunia maya, situasi yang berkembang ialah situasi anonimitas sehingga kebanyakan penjahat cybercrime memanfaatkan situasi itu untuk menipu korban.

Dalam menjalankan aksi, para pelaku penipuan daring umumnya memanfaatkan ketidaktahuan korban. Meski pemerintah berkali-kali telah mengingatkan agar masyarakat tidak lengah menjaga kerahasiaan kata sandi, entah karena apa korban-korban baru praktik penipuan daring selalu muncul dari waktu ke waktu.

Di berbagai radio dan media massa, imbauan agar masyarakat kritis dan menjaga kerahasiaan data pribadi telah banyak digaungkan. Alih-alih memahami, dalam kenyataan masih saja banyak masyarakat yang tidak peduli dan kemudian menjadi korban praktik penipuan daring.

Beberapa modus penipuan daring yang sering terjadi, pertama, phishing. Dalam kasus ini, penipu biasanya mengirimkan email atau pesan teks yang tampak resmi untuk mengelabui korban agar memberikan informasi pribadi seperti kata sandi atau nomor kartu kredit.

Kedua, scam investasi. Para korban sering kali pula menjadi korban praktik scam investasi, yakni penawaran investasi dengan janji keuntungan tinggi yang ternyata tidak nyata. Korban cenderung mudah tertipu karena berharap mendapatkan keuntungan dakam tempo cepat. Masyarakat yang terlalu berharap inilah yang biasanya tidak bersikap kritis sehingga mudah menjadi korban penipuan daring.

Ketiga, di era ketika perdagangan online makin marak, masyarakat sering pula menjadi korban praktik penipuan e-commerceTidak sekali dua kali terjadi, masyarakat teperdaya dan menjadi korban ulah penjual fiktif di platform jual beli daring di mana mereka menerima pembayaran, tetapi ternyata tidak mengirimkan barang kepada konsumen.

Keempat, untuk praktik pencurian data pribadi korban, biasanya bentuknya ialah melalui pengiriman file yang berbahaya: Aplikasi berformat .apk yang mengandung malware ditebar dan dimanfaatkan untuk mencuri data korban. Bagi korban yang tidak teliti, dan mengeklik begitu saja undangan, link palsu, dan sebagainya, maka dengan cepat data korban akan dapat dicuri –termasuk data perbankan yang penting untuk dapat mengakses sumber keuangan korban.

Kenapa masih banyak warga masyarakat yang menjadi korban penipuan daring, sudah tentu ada banyak faktor yang melatarbelakanginya. Berbeda dengan masyarakat di negara maju, dengan jumlah korban penipuan daring relatif kecil, hanya ribuan orang, di Indonesia jumlah korban mencapai angka ratusan ribu setiap tahunnya. Masyarakat yang telanjur euforia dalam penggunaan gadget dan mengakses internet tapi tidak didasari literasi keuangan yang kuat, niscaya rawan menjadi korban praktik penipuan daring.

Masyarakat yang tidak kritis cenderung mudah percaya kepada pihak yang mengaku otoritas atau pengampu jasa. Tidak sedikit pula masyarakat yang gampang tergiur iming-iming hadiah, imbal hasil besar, atau gaji tinggi. Di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, masyarakat dari kelompok rentan umumnya mudah menjadi korban karena mereka berkeinginan mengubah nasib secara instan. Itulah faktor penyebab yang melatarbelakangi kenapa masyarakat mudah menjadi korban praktik penipuan daring.

Untuk mencegah agar masyarakat tidak menjadi korban penipuan daring, pemerintah sebetulnya sudah berusaha mengatasinya melalui peran Satgas Siber yang menggandeng Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI). Satgas ini dibentuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertugas menangani dan memberantas berbagai aktivitas keuangan ilegal di Indonesia.

Selain langkah penindakan, pemerintah juga telah menggandeng OJK, Kementerian Komdigi, dan lembaga perbankan untuk mempercepat proses pemblokiran akun, rekening, dan konten digital yang terindikasi penipuan.

Dari aspek kelengkapan lembaga dan upaya pencegahan, harus diakui telah banyak langkah yang dilakukan pemerintah. Persoalannya sekarang ialah bagaimana mendorong perkembangan kesadaran digital masyarakat sebagai benteng pertama agar tidak rentan menjadi korban penipuan online.

Studi yang dilakukan Samudra (2019) menemukan bahwa mencegah praktik penipuan daring memang bukan hal yang mudah. Tidak mungkin menangani kasus penipuan daring hanya mengandalkan pada upaya yang sifatnya kuratif. Dalam mencegah agar tidak menjadi korban praktik penipuan daring, yang dibutuhkan ialah kesadaran dan literasi kritis masyarakat. Tanpa didukung pelibatan peran serta masyarakat, jangan harap praktik pernipuan daring dapat dieliminasi.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |