
PUSAT Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan telah terjadi penurunan drastis transaksi keuangan perjudian judi online (judol) mencapai lebih dari 80 persen pada medio Januari-Maret 2025 atau kuartal I 2025 jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal itu diungkapkan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di dalam acara program mentoring berbasis risiko TPPU dan TPPI dari tindak pidana siber, di Jakarta, Kamis (8/5).
Ivan membeberkan nilai transaksi kuartal pertama hanya Rp47 triliun dan itu turun jauh dari Rp90 triliun pada periode yang sama di 2024.
“Sampai kuartal 1 2025 ada deposit 6,2 triliun, jika dibandingkan 2024 jauh di bawah 2024. Kalau ini secara konsisten bisa dijaga, kita estimasi di kuartal berikutnya tidak lebih dari Rp25 triliun,” terang Ivan.
Dari data PPATK, Ivan melihat adanya fenomena pertumbuhan transaksi judi online semakin tinggi, tetapi nilai yang ditransaksikan semakin kecil di sisi bandar, begitupun di sisi pelaku.
“Dulu ratusan ribu, sekarang 50 ribu, lalu kemudian kalau kita lihat usia, usia itu bervariasi semakin muda, jika dilihat 2017 sampai dengan 2025 bergerak terus usianya,” tegasnya.
Ivan menyebut dari sisi kabupaten, dalam konteks demografi kurang dari 19 tahun telah melakukan judi online.
Tanpa tedeng aling-aling, masyarakat memilih uang penghasilannya untuk dibuang ke judi online sebanyak 73 hingga 100 persen.
“Penghasilan satu juta, 900 ribunya bisa dipakai untuk judol. Itu terjadi sejak 2017. Ini data yang dterima dari PPATK, income dan expand untuk judol,” paparnya.
“Pertanyaannya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan lain-lain, dari mana? PPATK menemukan bahwa tahun 2023 aja, dari 3,7 juta pemain, 2,4 juta pemain punya utang di bank, dari 8,8 juta pemain, 3,8 pemain punya pinjaman,” tandasnya. (H-3)