PENERAPAN tarif timbal balik atau resiprokal yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bisa menjadi peluang emas bagi Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Kepala Bank Indonesia Perwakilan DKI Jakarta Arlyana Abubakar dalam Bincang-Bincang Media Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (8/5).
AS memang merupakan negara tujuan ekspor besar bagi Indonesia. Dari data BPS RI, neraca perdagangan Indonesia ke AS surplus selama 10 tahun berturut-turut. Pada 2024, neraca perdagangan Indonesia ke AS mencatatkan surplus hingga US$14,7 miliar. Surplus tahun 2024 ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai US$11,9 miliar.
Sementara itu, Arlyana mengatakan AS juga menjadi negara tujuan ekspor DKI Jakarta. Pada tahun lalu, ekspor ke AS naik ke peringkat 2 negara tujuan ekspor terbesar setelah Singapura.
Dari komposisinya, Jakarta paling banyak mengekspor komoditas alas kaki.
"Komoditas ekspor alas kaki dari Jakarta ke AS mencapai 38%, disusul ikan dan udang 10% dan barang-barang rajutan 9%," ucap Arlyana.
Meskipun menjadikan AS sebagai negara tujuan ekspor terbesar alas kaki, namun Jakarta masih kalah dari Vietnam dan Tiongkok.
Vietnam diketahui menguasai 20% pasar alas kaki. Sementara Tiongkok menguasai 30% pangsa pasar alas kaki.
"Jakarta hanya menguasai 5%," tutur Arlyana.
Namun demikian, tarif resiprokal yang diberlakukan kepada Vietnam dan Tiongkok bisa mengubah hal tersebut. Seperti diketahui, AS mengenakan tarif impor sebesar 46% kepada Vietnam dan 145% kepada Tiongkok.
"Yang diberlakukan ke kita lebih rendah. Belum lagi kan saat ini kita sedang negosiasi. Masih bisa berubah. Kita bisa masuk ke pasar-pasar yang dikuasai Vietnam dan Tiongkok itu tadi. Asal memang kita bisa memanfaatkan situasi ini," imbuhnya.
Di sisi lain, hadirnya tarif resiprokal, lanjut Arlyana, juga menjadi tantangan bagi Indonesia agar tidak sepenuhnya bergantung pada AS sebagai negara tujuan ekspor.
"Perlu memperluas pasar-pasar ekspor, " kata Arlyana.
Kemudian, ia juga menekankan peran seluruh pihak untuk mendukung industri dan memperkuat pasar dalam negeri. Sebab, hadirnya perang dagang ini juga membuat banyak negara mencari negara lain sebagai pasar ekspor.
"Contohnya, Tiongkok sudah mulai perang dagang dengan mengatakan produk Luxury brand dibuat di pabrik di sana. Tujuannya? Supaya orang berbondong-bondong beli ke mereka. Lama-lama dia akan ekspor barangnya ke beberapa negara termasuk Indonesia," tuturnya.
"Kita harus melindungi pasar dalam negeri agar tidak dibanjiri produk impor. Kita harus melindungi produk dalam negeri serta UMKM dalam negeri," ungkapnya. (E-4)