
DUA ekonom senior merespons isu merger Grab terhadap Goto. Pengamat ekonomi digital dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menilai jika merger dilakukan maka pihak yang paling dirugikan adalah konsumen.
Selain itu Huda mempertanyakan motif dilakukannya aksi korporasi ini karena tidak ada kebutuhan untuk melakukan penggabungan usaha
“Kalau merger kan selalu ada kebutuhan ya. Kebutuhannya apa sih. Dulu dua unicorn kita merger karena mau menambah valuasinya. Nah, ini yang kita lihat motifnya apa? Kalau merger gimana?," ujar Huda dikutip dari siaran pers yang diterima, Kamis (8/5).
Senada dengan Huda, pengamat ekonomi dari Segara Institute, Piter Abdullah, mengkhawatirkan merger Grab terhadap Goto akan membawa dampak yang buruk bagi dunia usaha dalam negeri. Ia menyatakan, dari 4 pemain besar di industri ini, 3 di antaranya adalah pemain asing dan hanya satu sebagai pemain lokal.
“Dari empat pemain besar itu, satu kita anggap sebagai pemain lokal, tiga itu asing. Dan asing ini dia menguasai pasar global. Yang lokal ini baru nyoba nyeberang, itupun balik lagi. Ini harus diperhatikan bebar. Jadi kalau kita bicara tentang pasar, ada kecenderungan (pemain asing ini) untuk menguasai pasar dengan berbagai cara. Dan di sini pemerintah harus menjaga posisinya sebagai wasit," sebut Piter.
Piter menilai, penggabungan dilakukan untuk memperluas usaha atau ekosistem seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Namun penggabungan dua perusahaan ini berada di industri yang sama, bahkan mirip. Atas situasi ini Piter menilai pemerintah sudah seharusnya mengambil langkah cepat. (E-4)