Bawaslu Tawarkan Tiga Varian Keserentakan Pemilu 2029

5 hours ago 3
Bawaslu Tawarkan Tiga Varian Keserentakan Pemilu 2029 Ketua Bawaslu Rahmat Bagja .(MI/Tri Subarkah)

PENYELENGGARAAN pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah dalam tahun yang sama pada 2024 menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Meski dapat menuntaskan tugas, tapi kedua lembaga mengaku kewalahan menyelenggarakannya.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menggambarkan tahapan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 yang berhimpitan berimplikasi pada fokus penyelenggara dengan beban kerja yang berat. Ia mengatakan bahwa penentuan ulang model keserentakan diperlukan diperlukan sebagai jaminan perlindungan hak bagi pemilih maupun peserta.

Bagja pun menawarkan tiga varian keserentakan pemilu yang dapat diterapkan pada 2029 mendatang. Pertama, tetap menggelar pemilu dan pilkada dalam tahun yang sama seperti 2024. Namun, dua varian lain yang ditawarkannya memberikan jeda antara satu dan dua tahun.

Varian kedua, misalnya, memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal. Menurut dia, pemilu nasional pada 2029 menjadi ajang untuk memilih anggota DPR RI, DPD, dan presiden/wakil presiden.

Sementara, pemilu lokal yang ditujukan untuk memilih DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota dilakukan pada 2030 atau 2031.

"Ini (varian kedua) nafas penyelenggara pemilu juga bisa dijaga. Bahkan untuk masyarakat dan juga partai pengusung dan pengusul itu juga lebih kuat untuk melakukan sinergi dengan partai politik yang lain dalam mengusung kepala daerah," kata Bagja dalam diskusi Kupas Tuntas Rencana Revisi Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (8/5).

Adapun varian ketiga yang ditawarkan Bagja adalah pemisahan antara pemilu dan pilkada yang juga dijeda antara satu dan dua tahun. Pemilu pada 2029, sambungnya, dapat digelar untuk memilih DPR RI, DPD, presiden/wakil presiden, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Sedangkan, pilkada untuk memilih gubernur dan bupati atau wali kota digelar pada 2030 dan 2031. "Jadi ada masa jeda. Lebih baik varian kedua dan varian ketiga."

Di tempat yang sama, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin, mengakui pihaknya ngos-ngosan menyelenggarakan pemilu dan pilkada di tahun yang sama pada 2024. Apalagi, Indonesia tak pernah punya pengalaman menggelar model keserentakan seperti 2024.

Ia menyarankan pembentuk undang-undang agar memberikan jeda antara pemilu dan pilkada agar tidak ada tahapan pilkada yang berimpitan saat KPU masih menyelesaikan pelaksanaan pemilu. Setidaknya, kata Afif, jeda yang dibutuhkan adalah 1,5 tahun

Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin mengakui pihaknya masih berfokus menyerap aspirasi publik soal RUU Pemilu yang nantinya diharapkan berbentuk kodifikasi. Penyerapan itu dilakukan lewat audiensi dan diskusi kelompok terpumpun.

"Jangan kemudian kita langsung melompat kepada keputusan sistem apa, skema apa, termasuk rentang waktu seperti apa, sementara mitigasi masalahnya masih belum tuntas," jelasnya. (Tri/P-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |