
TINGKAT konsumsi masyarakat di Indonesia saat bulan puasa Ramadan hingga menjelang Idulfitri cenderung tinggi dibandingkan dengan bulan lainnya. Meskipun ada perlambatan ekonomi terdampak pemutusan kerja dan pemangkasan anggaran pemerintah, namun beberapa indikator menunjukkan geliat yang cukup positif.
Kredit perbankan yang tetap tinggi misalnya diyakini sebagai dampak konsumsi yang tetap terjaga sekaligus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia mencatat pertumbuhan kredit mencapai 10,30% (yoy) pada Februari 2025, ditopang oleh penawaran dan permintaan.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi masih tetap tumbuh double digit.
Hal serupa juga terjadi pada permintaan pembiayaan di industri fintech peer-to-peer lending atau pinjaman daring (Pindar).
Penyaluran pinjaman (disbursement) Pindar kepada masyarakat tetap kuat. Terutama pada periode Ramadan dan menjelang Idulfitri tren pertumbuhan pembiayaan Pindar cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran pembiayaan Pindar pada Maret 2023 mencapai Rp19,73 triliun atau meningkat 8,4% dari bulan sebelumnya Rp18,2 triliun. Hal yang sama juga terjadi pada periode Ramadan tahun berikutnya, penyaluran Pindar mencapai Rp22,76 triliun pada Maret 2024, atau naik 8,9% dari Februari 2024 sebesar Rp20,9 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar memperkirakan penyaluran pendanaan Pindar pada periode Ramadan dan Idulfitri atau sepanjang Maret tahun ini bisa tumbuh double digit. Hal ini terutama didorong oleh permintaan pembiayaan konsumtif atau sektor multiguna. “Di tengah tantangan ekonomi masyarakat, Pindar bisa menjadi solusi keuangan jika digunakan secara bertanggung jawab,” kata Entjik, dalam acara AFPI Buka Puasa Bersama Media, di Jakarta, Selasa, (25/3).
Entjik mengungkapkan, sebagai platform yang mendorong inklusi keuangan, Pindar menawarkan ragam kemudahan dalam proses pembiayaan. Hal ini yang menyebabkan permintaan tinggi, apalagi pada saat Ramadan dan Lebaran di saat aktivitas masyarakat tinggi, seperti kebutuhan untuk membagi THR untuk keluarga dan pekerja, mudik ke kampung halaman, dan lainnya.
Namun demikian, menurut Entjik, dalam momen meningkatnya kebutuhan selama Ramadan dan Idulfitri, penting bagi masyarakat untuk memiliki kesadaran finansial yang baik dan memahami risiko dari pinjaman. Perencanaan keuangan yang bijak dapat mencegah beban utang yang berlebihan pasca-Lebaran.
Di sisi lain, Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI Kuseryansyah menyatakan kebutuhan pembiayaan yang cukup tinggi dikhawatirkan bisa mendorong masyarakat untuk mengambil jalan pintas dengan mengakses pinjaman online (pinjol) ilegal.
Hasil penelitian dari Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebutkan faktor yang menyebabkan pinjol ilegal masih menjadi pilihan masyarakat berpendapatan rendah yaitu karena platform menyediakan akses pinjaman cepat dengan syarat mudah.
Faktor lainnya yakni adanya taktik pemasaran agresif melalui pesan singkat serta iklan pop-up di media sosial dan website, sehingga konsumen memilih pinjol sebagai jalan keluar cepat dari masalah keuangan. Terakhir, rendahnya tingkat literasi di masyarakat yang menyebabkan ketidaktahuan akan hak dan kewajiban atas pinjaman di platform online.
Untuk itu, Entjik mengungkapkan, masyarakat harus waspada terhadap tawaran pinjol ilegal yang bisa terlihat sangat menggiurkan. “Beberapa pelaku usaha pinjol memberikan syarat yang mudah, dan sebagai konsekuensi penyedia jasa pinjol membebankan bunga dan biaya layanan yang sangat tinggi, ini yang bisa membuat konsumen sengsara,” kata Kuseryansyah. (E-2)