
PT Telkom Indonesia (Telkom) dijadwalkan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 27 Mei 2025 mendatang. Dikabarkan, salah satu agenda utamanya adalah perubahan struktur jajaran direksi dan komisaris. Dari sejumlah nama yang beredar, tiga di antara mereka merupakan alumni Institut Teknologi Bandung (ITB), yaitu Ririek Adriansyah, Honesti Basyir, dan Heri Supriadi.
Ririek Adriansyah merupakan Dirut Telkom saat ini. Ia berpeluang kembali memimpin perseroan jika RUPST memutuskan demikian. Ririek memulai karier di Telkom sejak lulus dari ITB. Berbagai posisi strategis pernah ia duduki di Telkom Group. Ia pernah menjabat Dirut Telkomsel selama 5 tahun dan Dirut Telkom selama 6 tahun hingga saat ini. Jika, dihitung setidaknya Ririek Adriansyah sudah 14 tahun berkiprah di jajaran direksi Telkom group. Dan jika dihitung sejak ia lulus dari ITB hingga sekarang, Ririek suah mengabdi lebih dari 14 tahun.
Pesaing pertama Ririek adalah Honesti Basyir. ia memulai menapakkan karier di Telkom Group sejak 1993. Ia pernah menjabat Direktur Keuangan Telkom (2012-2014), Vice President Strategic Business Development Direktorat IT Solution and Strategic Portfolio Telkom (2012), Vice President Strategic Business Development, Strategic Investment & Corporate Planning Telkom (2010-2012), Project Controller-1 Project Management Office Telkom (2009 - 2010), Assistant Vice President Business & Finance AnalysisTelkom (2006 - 2009).
Kemudian pada 2017-2019, Honesti digeser menjadi CEO PT Kimia Farma. Kemudian, pada 2019-2023, ia ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Bio Farma.
Adapun, satu sosok terakhir adalah Heri Supriadi. Pria kelahiran Muara Aman, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, itu menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Telkom yang diangkat pada RUPS 2020 hingga sekarang. Sosok Heri bukan orang baru, ia pernah menjabat sebagai Corporate Secretary & VP-Investor Relations di PT Telkom dari tahun 2009-2010, Direktur Utama PT Graha Sarana Duta (anak usaha Telkom) periode 2010-2012. Kemudian, direktur keuangan Telkomsel (anak usaha Telkom) sejak 2012.
Menanggapi hal itu, Direktur Rumah Politik dan Kebijakan Publik Indonesia Fernando Emas menilai ketiga kandidat tersebut memiliki kualitas mumpuni. Namun, jika lagi-lagi dipimpin dari almamater yang sama, ia khawatir tidak akan ada perubahan signifikan dari kinerja perusahaan.
"Sebuah perusahaan jika terlalu sering diisi dari almamater yang sama dikhawatirkan pola kepemimpinan yang akan digunakan tidak efektif, karena satu sama lain saling mengenal," kata Fernando dalam keterangannya.
Padahal, dia menegaskan, dalam sebuah perusahaan itu dibutuhkan keragaman latar belakang (pendidikan) agar tercipta dialektika. Menurut dia, sudah waktunya Telkom dinakhodai sosok baru yang bisa membawa perusahaan bergerak lebih cepat dan terhindar dari beragam kasus yang merugikan.
"Transformasi saya kira adalah opsi atau pilihan yang paling realistis dan relevan untuk dilakukan," tandasnya. (E-3)