Industri Minuman harus Dijaga di Tengah Tantangan Ekonomi

3 hours ago 1
Industri Minuman harus Dijaga di Tengah Tantangan Ekonomi Asosiasi Industri Minuman Ringan menggelar konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/5).(MI/Naufal Zuhdi)

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim), Triyono Prijosoesilo mengungkapkan bahwa industri makanan, minuman dan tembakau mengalami pelambatan pertumbuhan pada kuartal I 2025. Indeks penjualan makanan, minuman dan tembakau hanya tumbuh 1,3%. Jauh dibawah capaian tahun lalu di kuartal yang sama yang mencapai 7%.

"Kuartal pertama 2025 ada momentum lebaran. Itu momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh industri makanan dan minuman karena biasanya 30-40% volume penjualan setelah setahun adalah hadir di bulan lebaran. Namun, ternyata datanya menunjukkan bahwa lebaran tahun ini tidak seindah yang kita bayangkan," kata Triyono pada Rabu (14/5).

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa industri minuman siap saji atau non-alcoholic ready to drink menghadapi volatilitas yang cukup tinggi. Sebagai contoh, ia menyebutkan bahwa pertumbuhan industri minuman siap saji juga sempat mengalami tantangan pada 2017-2021 silam yakni periode pertana tarif Trump dan adanya pelambatan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok serta Covid-19.

"Di 2022 sempat rebound. Itu rebound dari covid-19. Semua orang euforia, semua orang yang tadinya sudah tiga tahun gak bisa kemana-mana, pengen jalan-jalan, pengen keluar, akhirnya konsumsi meningkat dengan tajam. Sehingga bisa naik kurang lebih 21%," ungkap dia.

Sementara dari faktor internal, penurunan jumlah kelas menengah juga dituding menjadi salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan industri minuman siap saji.

"Ini mungkin perlu diperhatikan apakah ada insentif-insentif yang bisa diberikan terutama untuk kelas menengah, sehingga pada akhirnya mereka punya kemampuan untuk membelanjakan produk. Dan juga mungkin bagaimana kita bisa berpikir untuk tidak menambah beban bagi industri yang sudah ada, ini juga perlu diperhatikan," tutur dia.

Oleh karena itu, dirinya berharap bahwa dengan berkolaborasi dan bekerja sama dengan ketat dengan pemerintah, industri ini bisa terjaga dan bisa untuk survive terutama tahun ini dan ke depannya.

Di kesempatan yang sama, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria menerangkan bahwa investasi di sektor industri agro masih cukup diminati dengan total investasi yang masuk mencapai Rp38,72 triliun.

"Ini yang sudah disampaikan oleh Pak Menteri bahwa kita masih cukup menarik untuk berinvestasi di Indonesia secara kontribusi PDB. PDB kita dari sektor industri agro ini kontribusinya dari non-migas ini 52,17% dan secara nasional adalah 9,13% dan saat ini tercatat 9,37 juta orang tenaga kerja di sektor industri agro," bebernya.

Pemerintah, sambungnya, telah melakukan program restrukturisasi untuk memberikan kesempatan industri untuk melakukan transformasi baik itu efisiensi maupun dalam mengadop teknologi-teknologi yang lebih ramah lingkungan sesuai dengan harapan secara global.

"Karena memang kita sekarang sedang bertransformasi menuju industri yang lebih hijau, jadi harapan kami industri juga bisa mengambil strategi bagaimana peningkatan kapasitas, peningkatan efisiensi ini bisa dicapai dengan melakukan penukaran teknologi. Dan kami dari kementerian perindustrian memberikan insentif berupa restrukturisasi di sektor industri agro ini sampai dengan 35% reimburse-nya," terang dia.

Selain itu, pemerintah juga tengah melalukan penguatan pasokan bahan baku di tengah kondisi nilai kurs rupiah yang tidak baik agar tidak bergantung dengan bahan baku yang selama ini didapatkan melalui impor.

"Ini sebetulnya bisa kita upayakan bagaimana untuk bisa dipenuhi dari dalam negeri. Inilah tugas dari kementerian lembaga yang melakukan sinergi seperti kami bersinergi dengan kementerian pertanian yang menjadi partner terdekat kami karena sektor industri agro itu bergantung kepada kementerian pertanian dan kementerian kehutanan," cetusnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal menyatakan bahwa perlu adanya inovasi dari pelaku usaha dan insentif yang diberikan oleh para pengambil kebijakan.

"Ya jadi sinergi antar kebijakan yang semestinya itu akan bisa efektif kalau memang satu irama tidak saling menegasikan satu sama yang lain," paparnya.

Di samping itu, Faisal menegaskan bahwa CoRE telah mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 4,6-4,8% untuk keseluruhan tahun 2025. 

"Di kuartal 1 sudah kelihatan 4,87%. Dari eksternal sebetulnya dari IMF, World Bank semuanya sudah memprediksikan tahun ini ada koreksi yang tajam dari pertumbuhan ekonomi global. Jadi artinya permintaan untuk ekspor itu ada pelemahan yang jauh lebih signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya," imbuh Faisal. (E-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |