
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) menegaskan bawa penyewaan pesawat jet saat pelaksanaan Pemilu 2024 dilakukan sebagai langkah operasional strategis dalam situasi luar biasa. Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan keputusan yang diambil pihaknya itu bukanlah merupakan bentuk pemborosan atau pelanggaran hukum.
Ia menjelaskan, masa kampanye Pemilu 2024 hanya berlangsung selama 75 hari. Durasi itu lebih singkat dibandingkan dengan masa kampanye Pemilu 2019 yang mencapai 263 hari. Konsekuensinya, sambung Afif, waktu pengadaan dan distribusi logistik juga sangat sempit. Padahal, KPU RI harus memantau dan memastikan kesiapan distribusi logistik ke berbagai daerah dalam waktu yang bersamaan.
"Dalam situasi seperti ini, mobilitas tinggi menjadi keharusan. Moda transportasi reguler tidak mampu memenuhi kecepatan yang dibutuhkan, baik ke daerah terluar maupun ke kota-kota besar yang memiliki daftar pemilih banyak, dengan agenda padat," ujarnya lewat keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Sabtu (24/5).
Pernyataan itu disampaikan Afif setelah pihaknya diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) oleh koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Transparency International Indonesia, Themis Indonesia, dan Trend Asia pada Kamis (22/5) lalu. Koalisi meyakini ada pelanggaran kode etik atas penyewaan pesawat jet tersebut.
Afif mengakui, pesawat jet yang disewa KPU RI awalnya memang untuk distribusi logistik ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar saja. Namun dalam perkembangannya, berbagai daerah dan kota di luar daerah tersebut juga menghadapi masalah. Oleh karena itu, konteks penggunaan pesawat jet pada akhirnya tidak hanya didasarkan pada faktor geografis, tapi juga kejar waktu dan efisiensi koordinasi nasional.
"Ini murni kebutuhan teknis, bukan gaya hidup," kata Afif.
Di samping itu, penggunaan pesawat jet juga memungkinkan KPU RI melakukan monitoring dan inspeksi mendadak ke berbagai KPU daerah. Tujuannya, agar jajaran di daerah bekerja lebih sigap dan siap melakukan sortir, lipat, dan pengepakan logistik pemilu. Dengan demikian, Afif berpendapat jajaran di daerah merasa diawasi langsung oleh KPU RI.
"Maka secara psikologis, KPU daerah bekerja sesuai target dan timeline yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, KPU RI tidak hanya menerima laporan, tapi langsung memantau ke lapangan," tandasnya. (E-3)