Kegeniusan Yamal, Kematangan Casemiro

11 hours ago 5
Kegeniusan Yamal, Kematangan Casemiro Suryopratomo Pemerhati Sepak Bola(MI/Seno)

PUJIAN itu tidak tanggung-tanggung datang dari pelatih Internazionale Milan, Simone Inzaghi. Ia menyebut penyerang sayap Barcelona, Lamine Yamal, sebagai pemain yang genius dan hanya datang setiap 50 tahun sekali.

Inzaghi pantas merasa masygul karena keunggulan dua gol di Estadi Olimpic Lluis Companys, Rabu lalu, sepertinya akan membuat tim asuhannya membuat sejarah besar menjungkirkan Barca di kandangnya. Namun, keunggulan itu buyar oleh kegeniusan Yamal yang mampu membongkar catenaccio Inter Milan.

Melalui aksi individunya, bintang muda Barca itu masuk kotak penalti lawan dan di tengah hadangan tiga pemain belakang Inter, ia masih mampu melepaskan tendangan ke tiang jauh gawang Yann Sommer. Kiper asal Swiss itu hanya bisa melongo melihat bola membentur bagian dalam tiang kanan gawangnya dan masuk menjadi gol, 1-2.

Inzaghi tidak bisa menutupi kekaguman terhadap pemain berusia 17 tahun yang memiliki keterampilan yang begitu luar biasa itu. Benar-benar seorang pemain genius karena mampu memadu kecermatan, keakuratan, ketenangan, dan kematangan.

Padahal, pelatih Inter itu memiliki Federico Di Marco yang merupakan salah satu bek kiri terbaik di Italia. Namun, sepanjang pertandingan, nama besar Di Marco tidak membuat Yamal gentar, bahkan mencundanginya dengan aksi-aksi yang mengancam pertahanan Inter.

Dua kali tendangannya mengancam gawang Sommer. Beruntung dua kesempatan emas itu tidak menjadi gol karena membentur bagian luar tiang gawang dan memantul keluar lapangan.

Inzaghi yang menyadari ancaman besar dari Yamal kemudian menugasi dua pemain Inter untuk mengawal pemain muda yang bersinar sejak membawa Spanyol memenangi Piala Eropa 2024 lalu. Namun, pemain Spanyol berdarah Afrika itu tetap tidak bisa dihentikan.

Saat Barca tertinggal 3-2, Yamal melakukan aksi mengoyak pertahanan kanan Inter. Umpan diagonal ke tengah lapangan kemudian dimanfaatkan secara akurat oleh Raphinha untuk menyelamatkan klubnya dari kekalahan.

Pelatih Barca Hans-Dieter Flick tidak bisa menutupi rasa bangganya memiliki pemain sehebat Yamal. Ia pun menilai penyerang mudanya sebagai seorang genius dan menyamakan dengan mahabintang sepak bola asal Brasil, Pele, yang bersinar terang sejak usia 17 tahun dengan membawa tim 'Samba' memenangi Piala Dunia pertamanya pada 1958.

Tidak usah heran apabila Yamal disebut-sebut sebagai pemain terbaik dunia saat ini. Para pecinta Barca menyebutnya sebagai 'Lionel Messi' baru untuk 'Blaugrana'.

Namun, Yamal tidak mau dirinya dibandingkan dengan Messi. “Jangan bandingkan saya dengan siapa pun. Saya hanya ingin menjadi diri saya sendiri. Saya masih berjuang untuk mencapai yang terbaik dan sekarang ini saya belum menjadi siapa-siapa dan belum meraih apa pun,” ujar Yamal merendah.

Yamal dan Barcelona baru sukses memenangi Copa del Rey pada musim ini, pekan lalu. Ia masih harus berjuang untuk membawa Barca memenangi La Liga dan paling utama juga Liga Champions.

Setelah hasil imbang 3-3 Rabu lalu, Inter memang bukan tim yang mudah untuk dijinakkan. Apalagi pertandingan kedua Selasa mendatang akan dilangsungkan di Stadion San Siro, Milan, sehingga akan menjadi ujian sesungguhnya bagi kegeniusan Yamal.

Inzaghi, meski kagum dengan kehebatan Yamal, yakin bahwa tim asuhannya akan membuat kejutan besar pekan depan. Dengan pemain-pemain yang matang pengalaman, ia yakin untuk membawa Inter melaju ke final di Stadion Allianz, akhir Mei mendatang.

BUKAN MASALAH UMUR 

Sepak bola modern memang tidak lagi berkaitan dengan masalah umur. Bukan sebuah keanehan pemain muda seperti Yamal bisa mengungguli pemain-pemain yang lebih tua usianya daripada dirinya. Sebaliknya, bukan berarti pemain yang sudah senior tidak mampu menunjukkan kehebatan mereka.

Pemain kawakan asal Brasil, Casemiro, menjadi salah satu contohnya. Di usianya yang hampir dua kali umur Yamal, ia masih tetap menunjukkan kualitasnya dan menyelamatkan Manchester United dari musim yang memalukan.

Casemiro tampil sebagai penyelamat saat 'Setan Merah' nyaris tersingkir dari ajang Liga Europa. Hanya 9 menit menjelang waktu 120 menit berakhir, Manchester United mampu mengatasi ketinggalan dua gol dari Lyon, Prancis. Pertama dari pelanggaran yang dilakukan pemain Lyon kepada dirinya yang membuat tuan rumah mendapatkan hadiah penalti. Kedua, umpan terukurnya kepada Kobbie Mainoo yang membuat pendukung 'Setan Merah' histeris karena membuat kedudukan menjadi sama kuat 4-4 persis di menit ke-120.

Pelatih Ruben Amorim menjadi semakin histeris ketika semenit kemudian, tim asuhan mencetak gol kelima melalui sundulan kepala center-back Harry Maguire yang ditempatkan sebagai target-man. Kemenangan spektakuler itulah yang membuat Manchester United berhak melaju ke semifinal dan pahlawan kemenangan itu ialah Casemiro.

Kamis lalu, Casemiro kembali menjadi pahlawan bagi 'Setan Merah'. Sundulan kepala gelandang asal Brasil itu menjadi pembuka kemenangan bagi Manchester United atas tuan rumah Athletic Bilbao. Kemenangan 3-0 di kandang lawan membuka jalan bagi Bruno Fernandes dan kawan-kawan untuk tampil di final pada 23 Mei yang akan datang.

Di tengah keterpurukan prestasi 'Setan Merah' di Liga Primer, kemenangan di Liga Europa ibarat setetes air di padang pasir. Amorim pantas untuk berharap bisa mengangkat piala karena tidak hanya akan menyelamatkan nama baiknya, tetapi juga menyelamatkan Manchester United untuk bisa berlaga di kompetisi Eropa musim mendatang.

Prestasi 'Setan Merah' di Liga Primer dan Liga Europa ibarat bumi dan langit. Di kompetisi Liga Primer, Manchester United menjadi paria. Mereka terperosok ke papan bawah dan menjadi klub yang lebih banyak kebobolan daripada mencetak gol. Amorim bahkan sepertinya sudah frustrasi dengan prestasi anak asuhnya di Liga Primer. Ia tidak lagi berharap apa pun, yang terpenting sudah selamat dari ancaman degradasi.

Oleh karena itu, pelatih muda asal Portugal itu mati-matian mempersiapkan timnya di ajang Liga Europa. Sejauh ini prestasinya sangat membanggakan karena Manchester United belum pernah terkalahkan dalam 13 pertandingan yang dimainkan dengan delapan kali menang dan lima kali imbang.

Sekarang tinggal dua pertandingan yang tersisa untuk menghindarkan Manchester United dari prestasi memalukan di musim ini. Apabila Amorim mampu menyuntikkan kepercayaan diri kepada tim asuhannya, bukan mustahil pekan depan 'Setan Merah' mampu melewati rintangan Athletic Bilbao. Pelajaran dari Lyon yang membuat 'Setan Merah' sempat kebobolan empat gol setelah unggul dua gol harus menjadi pelajaran untuk tidak terulang, Kamis depan.

Setelah itu tinggal memikirkan pertandingan final yang sangat mungkin akan mempertemukan mereka dengan tetangga dari London, Tottenham Hotspur. Kematangan Casemiro menjadi kartu as bagi 'Setan Merah' untuk bisa mengembalikan kebesaran mereka, sekaligus menjadi penutup manis bagi gelandang asal Brasil itu sebelum menutup karier sepak bolanya.

Casemiro mengikuti jejak sahabatnya, Cristiano Ronaldo, dan Messi bahwa usia tidak harus membuat prestasi seorang pemain menjadi meredup. Itu akan menjadi pelajaran bagi para pemain muda untuk konsisten menjaga permainan dan meningkatkan kemampuan agar bisa menjadi bintang dalam periode yang panjang.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |