
MAHKAMAH Konsitusi (MK) harus menghadirkan kepastian hukum dalam proses pencarian keadilan terkait hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Kepastian hukum diperlukan agar hasil Pilkada 2024 tidak terus menerus digugat. Diketahui, saat ini sengketa sudah memasuki jilid dua setelah pemungutan suara ulang (PSU) digelar di sejumlah daerah.
Dari 545 daerah yang menggelar Pilkada 2024, MK memerintahkan 24 daerah harus melaksanakan PSU. Sejauh ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun sudah menggelar PSU di 19 daerah. Namun, dari 19 daerah tersebut, MK kembali menerima 16 gugatan hasil PSU Pilkada 2024. Seluruh gugatan itu berasal dari 11 daerah.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Haykal menyoroti, 11 daerah yang hasil Pilkada 2024-nya digugat itu masih berpotensi menggelar PSU ulang jika dikabulkan oleh MK. Apalagi, ada dua sengketa, yakni dari Kabupaten Siak dan Kabupaten Puncak Jaya, yang mendalilkan masalah keterpenuhan syarat pencalonan.
"Kalau ini ternyata dinyatakan oleh MK terbukti, maka sudah bisa dipastikan akan ada PSU ulang. Aneh juga jadi PSUU namanya. Sudah PSU, diulang lagi," ujarnya dalam diskusi mengenai evaluasi Perselisihan Hasil Pilkada 2024 pasca-PSU yang digelar Koalisi Perempuan Indonesia di Jakarta, Sabtu (3/4).
Selain itu, Haykal juga mencatat dalil lainnya yang dimohonkan pemohon terkait sengekta hasil PSU Pilkada 2024, yakni politik uang berupa program pemberian sumbangan, pemanfaatan program pemerintah oleh petahana, pelanggaran proses pemungutan suara, politik uang secara langsung, dan penghalang-halangan pemilih.
Dalam kesempatan yang sama, anggota KPU RI 2012-2017 Ida Budhiati mengingatkan MK untuk berpegang teguh pada pendirian lembaga itu sendiri lewat Putusan Nomor 137/PHP.BUP-XIX/2021 yang melimitasi syarat permohonan sengketa PSU.
Batasan itu menggarisbawahi bahwa PSU yang dapat disengketakan lagi ke MK adalah ada tidaknya kecurangan maupun pelanggaran prinsip kejujuran atau keadilan dalam PSU. Tanpa limitasi tersebut, Ida khawatir MK bakal memutuskan untuk menggelar PSU ulang di sejumlah daerah sampai berlarut-larut.
"Dengan konsepsi negara hukum, MK juga perlu menghadirkan kepastian hukum. Karena keadilan substansial itu tidak bisa mengesampingkan aspek kepastian hukum," terang Ida. (Tri/P-2)