
PENGAMAT politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengusulkan agar eksistensi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dibatasi untuk di tingkat nasional saja. Hal itu disampaikannya dalam diskusi mengenai evaluasi Perselisihan Hasil Pilkada 2024 pasca-PSU yang digelar Koalisi Perempuan Indonesia di Jakarta, Sabtu (3/4).
Usulan pembubaran Bawaslu daerah tersebut merupakan bagian dari evaluasi dari hasil penyelenggaraan Pilkada 2024, khususnya di Kabupaten Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Ray menilai, kerja-kerja pengawasan yang dilakukan Bawaslu terkesan tidak efektif. Sebaliknya, pengawasan justru dilakukan oleh para pemantau pemilu yang notabene pihak swasta.
Bahkan, sambung Ray, lembaga pemantau berhasil mengajukan permohonan terkait karut-marutnya hasil Pilkada Banjarbaru 2024. Dari tiga lembaga yang berstatus pemohon, satu diterima Mahkamah Konstitusi (MK) dan berujung pada putusan memerintahkan KPU menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di Banjarbaru.
Selain itu, rangkaian pemilu pada 2024 juga masih diwarnai dengan praktik politik uang, intimidasi, serta isu keterlibatan aparat kepolisian dalam pemenangan calon tertentu. Bagi Ray, masalah-masalah tersebut juga disebabkan karena lemahnya fungsi pengawasan dari Bawaslu.
"Oleh karena itu terpikir oleh saya dalam rangka evaluasi ataupun Revisi Undang-Undang Pilkada dan Pemilu ini ya, Bawaslunya saya kira dipersingkat saja, mungkin hanya perlu di tingkat nasional," terangnya.
Sebagai pengganti, Ray menyarankan agar pengawasan pelanggaran selama pemilu dan pilkada dilakukan oleh lembaga pemantau pemilu. Terlebih, keberadaan media sosial dinilai lebih ampuh dalam menyebarluaskan praktik kecurangan pemilu.
Menurutnya, anggaran dari negara kepada Bawaslu tak sebanding dengan hasil pengawasan yang dilakukan selama ini. "Trilunan uang kita habis, ujungnya kita enggak tahu apa hasilnya. Yang jelas itu sengketa di mana-mana," kata Ray soal kinerja Bawaslu. (M-1)