Disebut Bentuk Perbudakan Modern, Buruh Dukung Penuh Wacana Prabowo Hapus Outsourcing

13 hours ago 5
Disebut Bentuk Perbudakan Modern, Buruh Dukung Penuh Wacana Prabowo Hapus Outsourcing Buruh perempuan menyelesaikan proses pembuatan sepatu olahraga di Cianjur, Jawa Barat. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mempersoalkan perubahan beberapa poin, terutama terkait pengupahan dan pekerja alih daya dalam UU Ciptaker(Atet Dwi/MI)

PRESIDEN Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat menyoroti praktik outsourcing yang dinilai sebagai bentuk perbudakan modern. Dia menegaskan penghapusan sistem alih daya ini realistis demi keadilan para pekerja. Presiden Prabowo Subianto sebelumnya berencana menghapus outsourcing.

Dia menerangkan pada awalnya pemerintah mengatur lima jenis pekerjaan yang boleh dialihdayakan, yaitu satuan pengamanan (security), pertambangan, sopir, petugas kebersihan, dan katering. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 19 Tahun 2012. 

Namun, aturan itu dicabut dengan Permenaker No. 23 Tahun 2021 sebagai bagian dari penyesuaian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dengan demikian, pembatasan lima jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan tersebut tidak lagi berlaku. 

"Outsourcing itu betul-betul perbudakan modern banget. Oleh karena itu, kalau penghapusan sistem ini dibilang ini realistis atau tidak, ya realistis," ujanya.

Mirah mendesak agar praktik outsourcing segera dihentikan dan menuntut kehadiran negara untuk melindungi hak-hak pekerja melalui kebijakan yang berpihak pada prinsip keadilan sosial. Berdasarkan laporan yang diterima, terdapat kasus di mana perusahaan induk sebenarnya membayar hingga Rp5 juta per pekerja, namun para pekerja hanya menerima Rp3 juta. Sisanya diduga dipotong oleh perusahaan outsourcing.
 
“Itu luar biasa biadab. Tidak ada kata yang lebih halus. Ini adalah eksploitasi. Pekerja tidak pernah memiliki status tetap, upahnya jauh di bawah upah minimum provinsi (UMP),” tukasnya.

Dia juga meminta pemerintah untuk membedakan antara sistem kontrak dengan outsourcing. Dia menyebut sejumlah pekerjaan memang bersifat kontraktual, seperti di sektor pertambangan atau jasa katering. Menurutnya, jenis pekerjaan seperti ini dapat dijalankan dengan sistem kontrak, bukan outsourcing.

“Kontrak kerja itu jelas, ada durasinya, upah, dan hak pekerja. Tapi outsourcing? Itu justru menindas. Perusahaan outsourcing biasanya mendapat tender dari perusahaan induk, lalu mengambil fee dari gaji pekerja,” jelasnya.

Ia mengapresi pernyataan kepala negara yang menyatakan komitmen terhadap penghapusan sistem outsourcing. Namun, Mirah menekankan komitmen tersebut harus ditindaklanjuti dengan pembahasan yang serius dan intensif di tingkat pelaksana.

“Kalau kepala negara sudah berkomitmen, maka seharusnya jajaran di bawahnya serta para pelaku usaha ikut mendukung. Tidak ada alasan untuk menolak,” imbuh Mirah. (H-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |