
NAMA Kardinal Robert Sarah menjadi perhatian menjelang konklaf 2025, meski tidak dianggap sebagai kandidat utama untuk menjadi paus. Sebagai sosok konservatif yang sangat teguh dalam memegang doktrin dan tradisi Gereja, pengaruh Sarah cukup signifikan di kalangan kardinal yang mendukung pelestarian ajaran tradisional dalam Gereja Katolik.
Robert Sarah, seorang kardinal asal Guinea yang kini berusia 79 tahun, telah mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk pelayanan Gereja. Ia dikenal luas berkat pandangan konservatifnya mengenai liturgi serta reformasi yang diperkenalkan oleh Paus Fransiskus.
Sebelumnya, ia menjabat sebagai kepala Kongregasi untuk Ibadah Ilahi dan Tata Tertib Sakramen di Vatikan hingga pensiun pada 2021. Posisi yang memberinya kekuasaan besar dalam menetapkan aturan-aturan ritus Katolik di seluruh dunia.
Sejak diangkat menjadi uskup agung pada usia 34 tahun, Sarah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap liturgi tradisional dan doktrin Gereja yang ketat. Ia terkenal sebagai sosok yang menolak reformasi liturgi di bawah Paus Fransiskus, lebih memilih untuk mempertahankan bentuk-bentuk tradisional dalam perayaan Misa.
Selain itu, ia juga mengkritik sejumlah keputusan yang dianggapnya melemahkan ajaran Gereja. Sikap mendukung celibat dan menolak ordinasisasi perempuan sebagai imam merupakan bagian dari pandangan konservatifnya.
Usia Sarah yang menginjak 79 tahun mengurangi kemungkinan untuk terpilih sebagai paus dalam konklaf mendatang, Sarah tetap menjadi figur menarik bagi kalangan konservatif. Banyak kardinal mengagumi keteguhannya dalam mempertahankan ajaran tradisional Gereja serta kemampuannya untuk bertahan menghadapi berbagai tantangan reformasi. Karena itu, ia bisa saja mendapatkan dukungan signifikan dari kelompok konservatif yang mendambakan seorang pemimpin yang setia pada tradisi.
Sebagai mantan pemimpin Kongregasi untuk Ibadah Ilahi dan Tata Tertib Sakramen di Vatikan, Sarah memainkan peran penting dalam menentukan tata cara liturgi dan pelaksanaan sakramen di seluruh dunia. Selama menjalani tugasnya, ia berhasil memperkuat praktik-praktik tradisional dalam perayaan Misa dan memastikan pelaksanaan sakramen sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.
Dengan pengalaman internasional yang luas, Sarah telah mendapatkan pengaruh tidak hanya di Afrika tetapi juga di seluruh Gereja Katolik. Ia dikenal mampu berkomunikasi dengan berbagai kalangan di dalam Gereja dan memiliki dukungan kuat dari banyak kardinal yang memiliki pandangan konservatif.
Sebagai pembela tradisi, Sarah memiliki pengaruh yang besar dalam mempertahankan ajaran-ajaran klasik Gereja Katolik, terutama terkait liturgi dan struktur keimaman. Meskipun tidak dianggap sebagai calon paus yang paling mungkin, ia tetap menjadi sosok penting dalam menentukan arah masa depan Gereja, terutama bagi mereka yang ingin melihat Gereja tetap setia pada prinsip-prinsip dasar yang telah diwariskan. (BBC/CatholicNewsAgency/Z-2)