
MENJELANG puncak Hari Jadi Lamongan (HJL) yang ke-456 tahun, Bupati Yuhronur Efendi beserta jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) melaksanakan ziarah ke makam leluhur Lamongan, Minggu (25/5).
Makam sejumlah sesepuh yang diziarahi tersebut antara lain makam Mbah Sabilan, Mbah Punuk, dan Mbah Lamongan. Makam leluhur tersebut berlokasi di Kelurahan Tumenggungan, Kecamatan Lamongan.
Menurut Bupati, ziarah ke makam leluhur yang memiliki peran penting akan kejayaan di masa lampau adalah bentuk memelihara nilai perjuangan. Spirit perjuangan tersebut diterapkan menjadi modal motivasi untuk pembangunan di masa sekarang.
Dalam HUT ke- 456 ini, Kabupaten Lamongan mengusung tema Harmoni Menuju Lamongan Berdaya Saing. Dengan demikian, perjuangan dan kolaborasi sangat diperlukan.
"Alhamdulillah setiap hari jadi Lamongan kami jadikan momentum untuk menghormati jasa leluhur yang telah membawa kejayaan Lamongan pertama kalinya. Nilai yang ditorehkan para leluhur penting dipelihara dan diterapkan pada pembangunan Lamongan saat ini," tutur Pak Yes, panggilan akrab gubernur.
Mengayomi
Seperti yang diceritakan, bahwa Rangga Hadi (Bupati Lamongan Periode 1569-1607) memiliki sifat mengayomi masyarakat. Maka dari itu disebut sebagai Mbah Lamong yang berasal dari bahasa Jawa Ngemong atau yang berarti mengayomi.
Bupati Rangga Hadi dalam melaksanakan tugasnya sebagai kepala pemerintahan juga berkewajiban menyebarkan ajaran agama, mengatur pemerintahan, dan kehidupan masyarakat di Kawasan Kenduruan.
Apalagi, Rangga Hadi juga merupakan santri Sunan Giri. Begitupun dengan Mbah Punuk dan Mbah Sabilan, keduanya merupakan tokoh penting dalam sejarah Lamongan.
Tradisi Lamongan
Mbah Sabilan yang hingga saat ini belum diketahui nama aslinya tetapi eksistensinya sangat erat kaitannya dengan tradisi calon pengantin perempuan yang melamar calon pengantin laki-laki di Lamongan.
Tradisi tersebut diambil dari kisah putri Adipati Wirasaba, Dewi Andanwangi dan Andansari, yang jatuh hati pada kedua putra Raden Panji Puspa Kusuma, yang melamar adalah pihak perempuan.
Mbah Sabilan juga merupakan seorang patih atau panglima perang dari adipati ke-3 Lamongan Raden Panji Puspa Kusuma ayah dari Raden Panji Laras dan Panji Liris sekitar tahun 1640-1665. Beliau diberi nama Mbah Sabilan karena meninggal sebagai sabilillah di medan perang.(E-2)