
HAMA bernama ulat grayak musim gugur (fall armyworm) telah menyebar ke seluruh dunia, mengancam ketahanan pangan di lebih dari 80 negara. Kini, penelitian terbaru mengungkap jamur asli Australia dapat memakan ulat ini dari dalam ke luar, mungkin menjadi kunci untuk menghentikan penyebaran hama yang merusak ini.
Fall armyworm (Spodoptera frugiperda) adalah sejenis ngengat berwarna abu-abu yang berasal dari wilayah tropis di Amerika Tengah dan Selatan. Dalam beberapa tahun terakhir, ulat ini menjadi salah satu hama tanaman jagung paling merusak di dunia. Ngengat dewasa dapat bermigrasi jauh berkat perdagangan global dan bantuan angin, dan kini telah ditemukan di Eropa, Asia, Afrika, hingga Australia.
Penerbangan terpanjang yang pernah tercatat dilakukan ulat grayak adalah dari Mississippi ke Kanada bagian selatan, menempuh jarak sekitar 1.400 kilometer dalam hanya 30 jam, ungkap Johnnie van den Berg, ahli zoologi dari North-West University di Afrika Selatan yang tidak terlibat dalam penelitian terbaru ini.
Satu ekor betina S. frugiperda dapat bertelur sebanyak 1.000 hingga 2.000 butir sepanjang hidupnya. Dan anak-anaknya berkembang sangat cepat: setelah telur diletakkan di tanaman jagung, larva akan cukup besar untuk menyebabkan kerusakan serius pada daun hanya dalam waktu sekitar seminggu, kata van den Berg. Larva yang berbentuk seperti cacing ini juga sulit dideteksi karena ukurannya kecil dan sulit terlihat.
Hama ini memang paling sering menyerang jagung, tetapi mereka juga bisa memakan berbagai jenis tanaman lain, termasuk gandum, kapas, tebu, dan sayuran.
Para petani telah mencoba mengendalikan penyebaran ulat grayak dengan pestisida, tetapi hama ini cepat mengembangkan resistansi terhadap bahan kimia tersebut. Karena itu, ilmuwan dan petani mulai mencari alternatif seperti virus yang menyerang ulat, ekstrak tumbuhan, dan rekayasa genetika tanaman agar tahan terhadap serangan. Namun, efektivitas metode ini masih beragam, baik dari segi skala penerapan maupun biaya.
Kini, penelitian baru dari Departemen Industri Primer (DPI) Australia mengumumkan sebuah terobosan menjanjikan: jamur lokal Australia yang dapat menyerang ulat grayak.
Para peneliti telah mengidentifikasi lima jenis jamur yang dapat membunuh ulat grayak dalam waktu 24 jam setelah terpapar. Misalnya, jamur Nomuraea rileyi menempel di kulit ulat grayak dan menutupinya, lalu menyebar ke dalam tubuh larva dan memakannya dari dalam.
Temuan ini telah dibagikan dalam pertemuan mengenai pengendalian ulat grayak pada Maret lalu dan kepada jurnalis Australia, meskipun belum dipublikasikan dalam jurnal ilmiah yang ditinjau sejawat (peer-reviewed).
Dalam penelitian terpisah, tim ilmuwan lain juga menemukan beberapa jenis jamur dan bakteri yang bisa membunuh ulat grayak. Beberapa strain jamur Beauveria bassiana dapat membunuh sekitar 75% ulat grayak dalam waktu 48 jam. Bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) juga terbukti efektif membunuh ulat ini.
Namun, menurut Wee Tek Tay, biolog dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) Australia, timnya belum sepenuhnya memahami bagaimana jamur B. bassiana membunuh ulat. Di sisi lain, mekanisme kerja bakteri Bt lebih jelas: bakteri ini membuat lubang di sel-sel usus ulat, yang menyebabkan kelaparan, keracunan darah, atau keduanya.
Tay mengatakan penelitian timnya masih berada di tahap awal, dan diperlukan lebih banyak studi agar bisa diterapkan secara luas sebagai pengendali hama.
“Penggunaan agen pengendali hayati … bisa sangat efektif,” ujar Tay. Namun, penggunaan jamur secara luas perlu direncanakan dengan hati-hati, karena seperti halnya pestisida kimia, penggunaan yang salah dapat memicu resistansi.
Tay menambahkan bahwa jamur yang diuji timnya umumnya ditemukan di lingkungan alami dan sering dijumpai oleh serangga, sehingga mereka tidak memperkirakan akan ada dampak ekologis negatif bila digunakan untuk mengendalikan ulat grayak.
Sementara itu, para ilmuwan DPI kini sedang berupaya untuk mendapatkan persetujuan penjualan jamur N. rileyi sebagai pengendali hama agar bisa tersedia untuk para petani.
Namun sebelum jamur ini digunakan secara luas, risiko potensial dan dampak tak terduga terhadap lingkungan harus dievaluasi terlebih dahulu, kata van den Berg. Tapi jika dibandingkan dengan dampak pestisida kimia, dampak bakteri dan jamur terhadap lingkungan cenderung jauh lebih kecil, ujarnya. (Live Science/Z-2)