
DUNIA kembali dikejutkan dengan berita terbaru mengenai kawasan di kutub selatan. Gunung es terbesar yang ada, A23a, yang sudah lama membeku di Laut Weddell, Antartika, kini mulai mencair dan terpecah menjadi ribuan bagian.
Kejadian ini tidak hanya menunjukkan tanda-tanda ekstrem dari perubahan iklim, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kehidupan jutaan hewan liar, khususnya penguin dan anjing laut di Samudra Selatan.
Gunung es A23a, yang memiliki ukuran sekitar 3. 900 kilometer persegi—lebih dari dua kali luas kota London—mulanya terpisah dari Lapisan Es Filchner-Ronne pada 1986. Sejak saat itu, gumpalan besar ini terjebak di dasar laut selama lebih dari 30 tahun.
Namun, sejak 2020, gunung es ini mulai bergerak, dan pada akhir 2023 hingga awal 2025, pergerakannya semakin cepat karena dipacu oleh arus laut yang meningkat suhunya.
Saat ini, A23a telah mencapai daerah perairan dangkal di sekitar Pulau South Georgia, yang merupakan wilayah sub-Antarktik milik Inggris dan menjadi tempat tinggal berbagai spesies laut yang langka.
Berdasarkan laporan dari BBC News, Selasa (20/5), gunung es A23a telah mulai retak dan membuang potongan besar ke dalam Samudra Selatan.
Para ilmuwan mengidentifikasi proses ini sebagai salah satu kejadian pencairan yang paling mencolok dalam beberapa dekade terakhir. Pecahan-pecahan es yang terlepas ini bisa mengganggu jalur pelayaran serta menyebabkan perubahan arus dan suhu perairan yang dapat mempengaruhi rantai makanan laut.
Koloni penguin Adelie dan Emperor serta kumpulan anjing laut adalah yang paling terpengaruh, karena mereka sangat bergantung pada kestabilan ekosistem es untuk bereproduksi dan mencari makanan.
Saat gunung es raksasa ini mulai rusak, perjalanan migrasi dan akses ke sumber daya laut mereka menjadi terganggu.
Sebelumnya, pada 2004, terjadi peristiwa serupa ketika gunung es A38 terjebak di lokasi yang sama dan menyebabkan kematian massal anak penguin karena kesulitan mengakses laut.
Dampak dari keruntuhan A23a tidak hanya terasa di area lokal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa perubahan signifikan pada sistem es di kutub memberikan indikasi kuat terhadap percepatan perubahan iklim global yang berdampak luas pada kesehatan manusia.
Dalam laporan WHO dengan judul Climate Change and Human Health, dijelaskan bahwa mencairnya es di kutub mempercepat pelepasan gas rumah kaca, menyulitkan pemanasan global, dan meningkatkan risiko munculnya penyakit baru, krisis pangan, serta bencana alam yang lebih ekstrem.
“Perubahan iklim merupakan krisis kesehatan terbesar di abad ini,” tulis WHO dalam laporan tahunannya. “Mencairnya es di kutub bukan sekadar masalah lingkungan, tetapi juga mempengaruhi stabilitas kesehatan masyarakat di seluruh dunia. ”
Sementara itu, ilmuwan dari British Antarctic Survey terus memantau gerakan A23a dengan cermat melalui citra satelit dan ekspedisi laut.
Mereka memperkirakan bahwa potongan besar A23a akan terus mencair dalam beberapa bulan mendatang, menciptakan ketidakpastian besar terhadap kondisi laut di Antartika dan sekitarnya.
Para ahli iklim mengatakan bahwa kejadian ini merupakan bukti nyata dan tidak dapat disangkal tentang dampak pemanasan global. Masyarakat global diimbau untuk mempercepat transisi ke energi bersih, mengurangi emisi karbon, dan meningkatkan kerjasama internasional dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Gunung es A23a, yang selama bertahun-tahun terlihat statis dan damai, kini menjadi lambang kerusakan lingkungan bumi yang tidak bisa diabaikan. Setiap potongan es yang jatuh darinya tidak hanya mencair di lautan, tetapi juga menjadi tanda hilangnya harapan jika umat manusia tidak segera mengambil tindakan. (Z-1)