DPR Minta Panitia Ad Hoc Bermasalah pada Pilkada 2024 Jangan Dilibatkan pada PSU

1 week ago 15
DPR Minta Panitia Ad Hoc Bermasalah pada Pilkada 2024 Jangan Dilibatkan pada PSU Petugas menunjukkan kotak suara untuk Pilkada Serantak 2024.(Antara)

ANGGOTA Komisi XI dari Fraksi Gerindra DPR RI, Heri Gunawan mengatakan bahwa panitia adhoc seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (KPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang terbukti terlibat dalam pelanggaran Pilkada 2024, tidak boleh dilibatkan dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk menerapkan prinsip-prinsip pemilu yang bersih dan transparan.

“Terkait pembentukan badan adhoc di situ PPK, PPS, dan KPPS. Kami mendorong agar panitia adhoc yang terlibat dalam pelanggaran dalam Pilkada 2024, tidak dilibatkan dalam PSU. Ini untuk menjaga agar PSU bisa berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu itu sendiri. Dan ini bisa menutup peluang adanya gugatan-gugatan lanjutan,” ujar Heri dalam keterangannya pada Kamis (6/3). 

Heri menerangkan bahwa PSU kerap terjadi dalam setiap pelaksanaan Pilkada, termasuk tahun 2024. Ia menilai bahwa, KPU tidak sepenuhnya disalahkan, sebab ada institusi lain yang meloloskan paket tertentu lewat hasil gugatan.

“Saya bukan menyalahkan KPU, karena terjadinya PSU di Pilkada ini di satu sisi memang belum belajar dari Pilkada sebelumnya, yang selalu diwarnai PSU, tetapi di satu sisi juga tidak bisa disalahkan secara murni,” jelasnya.

Heri memberikan contoh pada kasus seperti Parigi Moutong, sebagai calon bupati dengan status mantan narapidana. Dikatakan bahwa KPU menyatakan tidak memenuhi syarat, sementara pengadilan (hasil putusan gugatan terhadap KPU) memenuhi syarat. 

“Akhirnya daftar, lalu sekarang dibuat MK dan didiskualifikasi atau pemungutan suara ulang. Quote and quote, ada instansi lain yang terlibat di dalamnya. Jadi, tidak serta merta menyalahkan KPU,” jelasnya.

Hergun juga menyoroti kinerja Bawaslu yang dinilai kurang optimal dalam melakukan pengawasan selama Pilkada berlangsung, sehingga banyak pelanggaran yang terjadi. Hal ini, menurutnya, berdampak pada putusan MK yang menetapkan waktu penyelenggaraan PSU dengan durasi yang bervariasi.

“Bawaslu juga kurang optimal di dalam pengawasan sehingga banyak pelanggaran yang terjadi di dalamnya. Ini juga sebuah permasalahan mungkin untuk para penyelenggara, khususnya juga untuk Kementerian Dalam Negeri seperti dalam Pasal 166 Ayat 1 Undang-Undang Pilkada, bahwa pendanaan kegiatan pemilihan dibebankan pada APBN atau APBD yang dapat didukung oleh APBN,” tukasnya.

Selain itu, legislator asal Jawa Barat ini juga menyoroti tantangan baru dalam penyelenggaraan PSU, yaitu adanya tambahan pemilih pemula yang telah memenuhi syarat usia 17 tahun pada saat pemungutan suara ulang berlangsung. Menurutnya, KPU harus mampu mengakomodasi pemilih pemula ini agar mereka tetap dapat berpartisipasi dalam PSU.

“Pada saat penyelenggaraan PSU untuk kali ini terdapat tambahan pemilih, yaitu dari pemilih pemula yang akan memenuhi persyaratan 17 tahun pada saat penyelenggaraan PSU. Ini tentunya tantangan untuk KPU bagaimana bisa mengakomodir pemilih pemula ini agar bisa mengikuti tahapan ataupun pemilihan umum atau PSU ini. Karena kesannya kalau PSU ini, orang sudah malas. Kemarin yang sudah jelas hasil dari partisipasi publiknya turun, jangan sampai nanti malah turun lagi,” paparnya.

Hergun juga meminta agar Kementerian Dalam Negeri dapat memberikan dukungan penuh agar seluruh proses PSU berjalan dengan baik. Menurutnya, diskresi sangat dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan yang ada dan dapat dibicarakan dengan lembaga serta kementerian terkait.

“Kami memohon bantuan Kementerian Dalam Negeri agar keseluruhan proses untuk PSU ini bisa berjalan dengan baik, sehingga diskresi sangat dibutuhkan. Tentunya ini bisa disampaikan dan dibicarakan dengan lembaga dan kementerian terkait,” pungkasnya. (Dev/P-3) 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |