
DI tengah ketegangan geopolitik dan perang dagang yang kembali memanas antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, PT Kredit Rating Indonesia menilai perekonomian Indonesia tetap menunjukkan ketahanan yang kuat dan layak diapresiasi. Hal itu disampaikan Direktur PT Kredit Rating Indonesia Syaiful Adrian dalam analisis terbaru mengenai kondisi makroekonomi global dan nasional.
“Volatilitas pasar global saat ini meningkat signifikan, disertai terganggunya harga komoditas dan ketidakpastian aliran modal. Namun di tengah tekanan ini, Indonesia berhasil mempertahankan stabilitas ekonominya,” ujar Syaiful Adrian.
Daya tahan ekonomi nasional didorong oleh kuatnya konsumsi domestik yang berkontribusi lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ketika ekspor terkena dampak perlambatan global, konsumsi rumah tangga menjadi mesin utama pertumbuhan.
Indonesia juga menunjukkan langkah strategis dalam mendiversifikasi mitra dagang ke kawasan ASEAN, Timur Tengah, hingga Afrika, guna mengurangi ketergantungan terhadap negara-negara besar seperti AS dan Tiongkok.
MI/HO--Direktur PT Kredit Rating Indonesia Syaiful Adrian
Kesepakatan dagang strategis seperti Indonesia–EU CEPA dan Indonesia–Korea CEPA turut membuka akses pasar ekspor baru bagi produk Indonesia.
Kebijakan hilirisasi yang dicanangkan pemerintah sejak 2020 telah memperkuat integrasi sektor tambang, perkebunan, dan industri dasar. Langkah ini berhasil mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
Di sisi lain, dorongan terhadap Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) memperkuat industri lokal melalui program substitusi impor.
Dari sisi makroekonomi, inflasi tetap terkendali, suku bunga disesuaikan secara responsif oleh Bank Indonesia, dan defisit fiskal dikelola dengan disiplin.
Cadangan devisa nasional juga berada pada level yang memadai untuk menghadapi potensi gejolak eksternal.
Relokasi investasi global yang mengarah ke kawasan Asia Tenggara turut menjadi peluang bagi Indonesia. Dengan pasar domestik yang besar serta reformasi struktural seperti Undang-Undang Cipta Kerja dan sistem perizinan OSS, Indonesia mulai menarik arus investasi asing langsung (FDI) ke sektor-sektor strategis seperti manufaktur, pusat data, dan logistik.
“Indonesia bukan negara yang imun terhadap risiko global. Namun kemampuan kita untuk bertahan dan beradaptasi di tengah tekanan eksternal mencerminkan semakin kokohnya fondasi ekonomi nasional. Dalam jangka menengah, justru krisis global dapat membuka jalan bagi Indonesia untuk memperkuat kemandirian ekonomi dan menarik investasi berkualitas tinggi,” tutup Syaiful. (Z-1)