
DIREKTUR Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak serius dalam menangani proses penanganan politik uang yang terjadi saat pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Barito Utara 2024.
Meski sudah mengusutnya lewat Sentra Gakkumdu bersama polisi dan jaksa, ujar Neni, penanganan yang dilakukan Bawaslu mendapat penguatan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang berujung pada perintah menggelar PSU ulang untuk seluruh wilayah Barito Utara.
Menurut Neni, selama ini Bawaslu hanya berlindung di balik lemahnya regulasi maupun sumber daya manusia.
"Padahal kalau Bawaslu adaptif dan bisa melakukan inovasi, saya meyakini tidak ada yang tidak bisa dilakukan. Justru muruah Bawaslu ada di situ," ujarnya kepada Media Indonesia, Jumat (16/5).
Ia menilai kinerja Bawaslu kerja tidak signifikan mengawasi gelaran pilkada 2024. Buktinya, penanganan penanganan politik uang di Barito Utara, bukan satu-satunya masalah yang dihadapi Bawaslu. Ia juga mencontohkan kasus saat Pilkada Banten 2024 terkait keterlibatan kepala desa yang terang benderang.
"Itu tidak selesai di Bawaslu. Namun ketika dibawa ke MK, sangat jelas bahwa di situ ada keberpihakan. Jadi kalau Bawaslu hanya sekedar pelengkap bahkan tidak bisa memberi solusi, ke depan mungkin perlu ada evaluasi apakah dibubarkan atau dilakukan transformasi kelembagaan," terang Neni.
Ia berpendapat, putusan MK terakit PSU Pilkada Barito Utara 2024 yang juga mendiskualifikasi seluruh calon menjadi tamparan keras bagi Bawaslu. Menurut Neni, putusan itu menunjukkan bahwa Bawaslu tidak dapat memberikan dampak signifikan terhadap proses penyelenggaraan PSU yang berintegritas.
"Ini sangat disayangkan sekali, dan sungguh ironi ketika dugaan pelanggaran di depan mata, tapi proses penanganan pelanggaran yang dilakukan tidak serius," kata Neni. (H-4)