Archaeopteryx, Burung Purba yang Tidak Bisa Terbang

6 hours ago 2
Archaeopteryx, Burung Purba yang Tidak Bisa Terbang Fosil kerangka dari reptil mirip burung dari genus Archaeopterix.(science photo library)

Fosil Archaeopteryx, alias "burung pertama", kembali menjadi sorotan. Berdasarkan pemindaian terbaru, ilmuwan mengungkap fakta tentang kemampuan terbangnya. Fosil terkenal yang ditemukan di Jerman ini sekarang menjadi fokus penelitian ulang  tim peneliti di Chicago.

Dalam studi yang dibahas oleh Live Science, struktur fisik Archaeopteryx menunjukkan adanya kombinasi unik antara karakteristik dinosaurus dan burung modern. Kemapuan terbang burung ini terbatas, meski memiliki bulu dan sayap. Para ilmuwan percaya  makhluk ini hanya dapat melakukan lompatan singkat atau meluncur dari ketinggian—bukan terbang seperti burung di zaman sekarang.

Pemindaian dengan resolusi tinggi pada fosil yang ditemukan di formasi batu kapur Solnhofen, Bavaria, mengungkapkan perbedaan signifikan dalam bentuk tulang sayap dan dada. Tidak seperti burung modern yang memiliki otot dan tulang dada besar untuk mendukung kepakan sayap, Archaeopteryx ternyata tidak memiliki struktur tersebut. Temuan ini menggugurkan anggapan lama bahwa ia dapat terbang aktif layaknya burung masa kini.

Penelitian ini melibatkan para ahli paleontologi dari berbagai lembaga, termasuk Dr. Oliver Rauhut dari Museum für Naturkunde di Jerman. Mereka memanfaatkan teknik digital yang canggih untuk membandingkan anatomi Archaeopteryx dengan dinosaurus kecil berbulu, seperti Velociraptor. Hasilnya menunjukkan bahwa garis evolusi burung jauh lebih rumit daripada yang sebelumnya diperkirakan.

Fosil Archaeopteryx pertama kali ditemukan pada abad ke-19 dan telah dianggap sebagai bukti transisi evolusi antara reptil dan burung. Namun, penelitian terbaru ini menunjukkan bahwa ia lebih dekat dengan dinosaurus dibandingkan burung modern, yang mengubah perspektif dunia terhadap asal mula penerbangan.

Para peneliti juga menekankan betapa langkanya kondisi fosil ini. Lingkungan perairan tenang dan kapur halus di Solnhofen memungkinkan pelestarian detail bulu yang luar biasa—hal yang sangat jarang ditemukan pada fosil yang berusia 150 juta tahun.

Studi ini menegaskan bahwa evolusi penerbangan merupakan proses yang tidak instan, tetapi merupakan hasil dari adaptasi fisik dan lingkungan yang berlangsung secara bertahap. Dengan temuan ini, Archaeopteryx terus menjadi simbol penting dalam memahami sejarah kehidupan dan bagaimana makhluk di bumi berevolusi untuk menguasai langit. (livescience/Z-2)
 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |