
MENTERI Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mewaspadai adanya perubahan besar yang terjadi pada tatanan global (global order). Dunia saat ini tengah mengalami guncangan besar akibat langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengoreksi ketidakseimbangan ekonomi global melalui penerapan tarif resiprokal atau timbal balik (reciprocal tariffs) alias kebijakan tarif Trump.
Kebijakan ini kemudian dibalas oleh Tiongkok yang merupakan ekonomi terbesar kedua dunia. Persaingan antara dua kekuatan ekonomi terbesar ini telah menimbulkan perang global di bidang perdagangan.
"Yang harus kita waspadai adalah the global order berubah atau mengalami guncangan sangat besar," ujar Sri Mulyani Hal ini disampaikan dalam Konferensi Pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (30/4).
Menkeu meramalkan sistem global berpotensi mengalami perubahan mendasar, meskipun arah perubahan ini masih belum jelas. Dia melihat langkah Trump cenderung memilih unilateralisme. Bahkan, negosiasi dalam kerangka kelompok (group negotiation) belum mendapatkan persetujuan dari AS terkait tarif impor baru.
Dengan situasi global yang tidak stabil ini, mendorong arus modal mengalir ke aset-aset safe haven, dan bank sentral cenderung menahan suku bunga tetap tinggi. Kombinasi antara pelemahan ekonomi dan inflasi tinggi dikhawatirkan menimbulkan stagflasi, yang dapat merugikan negara-negara berkembang.
Menkeu kemudian menyampaikan dalam Pertemuan Musim Semi (Spring Meeting) Grup Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) pada 21-25 April 2025 di Washington DC, pembahasan difokuskan mengenai situasi global saat ini, serta langkah selanjutnya terkait kebijakan tarif impor AS.
Menurutnya, ketika terjadi ketidakseimbangan global menimbulkan dampak pada masing-masing negara, maka yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana cara mengoreksi kondisi ini agar tercipta keseimbangan baru.
Negara seperti Indonesia, serta negara-negara ASEAN lainnya yang menganut sistem ekonomi terbuka, mesti mengantisipasi guncangan ekonomi tersebut dengan bijak dan waspada.
"Kebijakan tarif impor AS menuntut Indonesia, sebagai negara besar di ASEAN dan anggota G20 mesti bersikap waspada dan melakukan reposisi strategis," ucapnya.
Menkeu menegaskan reformasi dan penguatan ekonomi di masing-masing negara diperlukan di tengah situasi ekonomi global yang penuh guncangan. Reformasi diperlukan untuk memperbaiki berbagai kelemahan, seperti inefisiensi, ketidakmampuan, atau regulasi yang membebani. Beban ekonomi yang tinggi akibat regulasi yang rumit dan prosedur yang tidak efisien harus segera dihilangkan.
Menkeu juga menekankan salah satu fokus pemerintahan Prabowo Subianto adalah mengurangi nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR), agar proses investasi menjadi lebih efisien
"Bapak Presiden selalu menyebutkan ICOR Indonesia tinggi dan harus mampu menurunkan angka tersebut," ucapnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyoroti pentingnya peran lembaga keuangan multilateral seperti Bank Dunia, Asian Development Bank, Islamic Development Bank, Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), European Investment Bank, Inter-American Development Bank, dan African Development Bank. Mereka juga diminta melakukan reformasi agar dapat membantu negara-negara yang kesulitan mendapatkan akses pembiayaan. (H-3)