Yusril: Negara Bisa Rampas Uang Kejahatan Judi Online lewat UU TPPU

2 hours ago 1
 Negara Bisa Rampas Uang Kejahatan Judi Online lewat UU TPPU Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra (tengah)(metrotvnews/Kautsar)

KETUA Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang juga Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan negara memiliki kewenangan untuk merampas uang hasil kejahatan judi online berdasarkan putusan pengadilan. 

“Negara berhak merampas uang bandar dan pemain judi online berdasarkan putusan pengadilan. Mekanismenya dapat dilakukan hanya dalam waktu tujuh hari untuk diputus, sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” kata Yusril dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/11).

Yusril menyebut langkah ini sebagai terobosan baru dalam pemberantasan judi online yang sudah semakin mengalami krisis di Indonesia.

“Hal itu merupakan bagian dari upaya nyata negara dalam menegakkan kedaulatan hukum dan memberantas kejahatan ekonomi digital,” ujar Yusril.

Selain itu, Yusril menuturkan proses perampasan uang hasil kejahatan judi online dapat dilakukan dengan acara cepat, yakni dalam waktu maksimal tujuh hari, sebagaimana diatur dalam Pasal 64-67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Ia menegaskan bahwa judi online merupakan kejahatan serius yang menimbulkan dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat. 

“Aparat penegak hukum harus memanfaatkan mekanisme hukum yang sudah ada untuk menindak dan merampas hasil kejahatan itu,” katanya.

Di samping itu, Yusril menekankan, berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, bandar judi dapat dijerat pidana maksimal 10 tahun penjara sesuai Pasal 303 KUHP, sementara pemain judi diancam tiga tahun penjara berdasarkan Pasal 303 KUHP. 

“Karena judi baik konvensional maupun daring adalah tindak pidana, maka uang hasil judi termasuk kategori hasil kejahatan,” jelasnya.

Ia menambahkan, ketika uang judi masuk ke sistem keuangan dengan tujuan “diputihkan”, maka tindakan tersebut sudah tergolong tindak pidana pencucian uang (money laundering). 

“Ketika uang itu dimasukkan ke rekening atau ditransfer dengan maksud menyamarkan asal-usulnya, maka itu sudah pencucian uang,” ucap Yusril.

Meski begitu, ia mengakui bahwa banyak transaksi judi online yang sulit dilacak karena menggunakan cryptocurrency dan dompet digital. Namun ia menegaskan, PPATK tidak akan kehilangan akal untuk menelusuri transaksi semacam itu.

“PPATK memiliki kewenangan memeriksa transaksi keuangan mencurigakan dan dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk menunda atau menghentikan sementara transaksi yang diduga berasal dari hasil judi online,” kata Yusril.

Lebih jauh, Ia menjelaskan, jika dalam 20 hari tidak ada keberatan dari pihak terkait, PPATK akan menyerahkan hasil temuan kepada penyidik. 

“Dan bila dalam 30 hari pemilik uang tidak muncul, penyidik bisa mengajukan permohonan ke pengadilan agar uang tersebut ditetapkan sebagai aset negara,” terangnya.

Menurut Yusril, ketentuan Pasal 64–67 UU TPPU selama ini jarang diterapkan secara optimal, padahal mekanisme tersebut mirip dengan konsep perampasan aset (asset forfeiture) yang umum digunakan di negara-negara maju.

“Sudah saatnya aparat penegak hukum kita menerapkan ketentuan ini secara tegas. Negara tidak boleh kalah oleh bandar judi online yang merusak moral dan ekonomi bangsa,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Yusril menekankan pentingnya sinergi antarinstansi di bawah Komite TPPU, agar pemberantasan judi online dan pencucian uang dapat berjalan lebih efektif dan berdampak langsung pada stabilitas ekonomi nasional.

“Koordinasi harus kuat. Ada 18 kementerian dan lembaga yang terlibat dalam Komite TPPU berdasarkan Perpres Nomor 88 Tahun 2025. Semua harus bergerak bersama, tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua PPATK Ivan Yustiavandana melaporkan bahwa total perputaran uang dari transaksi judi online mencapai Rp155 triliun sejak Januari hingga Oktober 2025. Sedangkan Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyebut lebih dari 600 ribu penerima bantuan sosial (bansos) diduga menggunakan dana bantuan tersebut untuk berjudi daring.

“Angka ini mengkhawatirkan. Pemerintah tidak akan tinggal diam menghadapi kejahatan digital seperti judi online. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi ancaman terhadap masa depan ekonomi bangsa,” pungkasnya. 

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang APEC di Korea Selatan mengungkapkan bahwa Indonesia mengalami kerugian sekitar 8 miliar dolar AS atau setara Rp134 triliun per tahun akibat judi online. (P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |