
RATUSAN warga Palestina bersama aktivis internasional turun ke jalan di beberapa kota Tepi Barat pada Selasa (23/9) untuk merayakan pengakuan negara Palestina oleh negara-negara Barat dan menunjukkan solidaritas kepada penduduk Jalur Gaza.
Pawai terpusat di Lapangan Al-Manara, Ramallah, diwarnai pengibaran bendera, nyanyian, dan poster yang menyerukan dukungan bagi Gaza serta pembebasan para tawanan.
Sabri Saidam, anggota komite sentral Fatah, mengatakan momen itu merupakan hari kegembiraan sekaligus dorongan agar dunia turun tangan menghentikan kekerasan.
"Mengakhiri perang di Gaza merupakan prioritas," kata Saidam kepada Xinhua dikutip Rabu (24/9).
"Kita harus turun tangan. Kita harus menghentikan perang. Itu nomor satu. Kemudian, terlibatlah dalam pembangunan Gaza. Kita punya banyak pekerjaan di depan, tetapi tekad kita kuat. Itulah masa depan kita. Inilah identitas kita. Martabat kita," sebutnya.
Luisa Morgantini, mantan wakil presiden Parlemen Eropa, yang ikut hadir di Tepi Barat, menyambut pengakuan beberapa negara Eropa sebagai langkah penting.
"Kami meyakini Palestina harus bebas. Rakyat Palestina harus memilih sendiri apa yang mereka inginkan," kata Morgantini, seraya mendesak negara-negara Barat untuk mengambil langkah lebih jauh dalam mendukung hak menentukan nasib sendiri rakyat Palestina.
Realitas Pahit di Lapangan
Di tengah sorak-sorai, sejumlah warga menyuarakan kehati-hatian dan kekecewaan bahwa pengakuan diplomatik belum otomatis mengubah kondisi di lapangan.
Roula Ghaneb, akademisi dari Tulkarem, berdiri di tengah pawai sambil memegang foto putranya Yazan, 20, yang ditangkap delapan bulan lalu.
"Dia ditangkap di rumah kami delapan bulan yang lalu," ujarnya.
"Kami tidak ingin kata-kata, kami ingin tindakan," harap Ghaneb.
Jamila Abdul, penduduk desa antara Yerusalem dan Ramallah, menyatakan keprihatinan yang lebih mendalam.
"Palestina sedang dibasmi hari ini di Gaza dan Tepi Barat dengan berbagai cara," sebutnya.
Pernyataan itu merefleksikan ketakutan banyak warga terhadap tindakan militer Israel dan ekspansi permukiman yang terus berlangsung di Tepi Barat.
Ancaman Aneksasi
Pawai ini berlangsung di tengah tekanan diplomatik yang meningkat dan gelombang pengakuan negara Palestina oleh beberapa negara Barat.
Beberapa menteri Israel yang berhaluan keras menyerukan pencaplokan Tepi Barat, langkah yang dikhawatirkan dapat menggagalkan normalisasi regional yang disusun di bawah Perjanjian Abraham.
Menanggapi tuduhan genosida yang dilayangkan sebagian pihak terhadap Israel, warga Palestina menuntut pertanggungjawaban dan tindakan nyata internasional.
"Jika mereka ingin mengakui sesuatu, mereka harus mengakui genosida yang terjadi saat ini, mengakhiri kekejaman ini, dan menghukum Israel atas kejahatan-kejahatan ini," ujar Abdul.
Pemerintah Israel secara tegas membantah tuduhan genosida dan menegaskan operasi militernya ditujukan untuk menghancurkan Hamas sambil berupaya meminimalkan korban sipil.
"Jika kami ingin melakukan genosida, itu akan memakan waktu tepat satu sore," kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menanggapi tuduhan keras tersebut. (I-2)