
PAKAR hukum tata negara, Umbu Rauta menanggapi isu rangkap jabatan wakil menteri (wamen) yang merangkap sebagai komisaris di badan usaha milik negara (BUMN).
Menurutnya, persoalan ini tidak bisa dipandang sepele karena berkaitan langsung dengan ketaatan terhadap konstitusi dan prinsip negara hukum.
"Ini tidak sekadar bentuk pengingkaran terhadap prinsip check and balances antara lembaga negara, tetapi juga pelanggaran terhadap sumpah dan janji jabatan pejabat yang bersedia menjalankan undang-undang dan UUD 1945," kata Umbu Rauta saat dihubungi, Rabu (17/9).
Ia menambahkan, publik tentu berharap agar lembaga negara memberikan contoh yang positif dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang berdaulat rakyat. Namun dalam kondisi seperti ini, peran pengawasan seharusnya dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Oleh karenanya, DPR harus mampu menjamin independensinya dengan presiden agar dapat menjaga objektivitas dalam bertindak," ujarnya.
Terkait dugaan lemahnya penegakan putusan MK, Umbu menilai ketiadaan sanksi yang jelas bagi pihak yang mengabaikannya menjadi salah satu faktor. Meski begitu, ia mengingatkan bahwa keberadaan sanksi saja tidak otomatis menjamin kepatuhan.
"Saya tidak menjamin meski ada sanksi," ucapnya.
Ia pun menegaskan, presiden sebagai kepala negara memiliki peran penting memberi teladan dalam menghormati fungsi lembaga negara agar tumpang tindih jabatan ini bisa diperbaiki.
"Bisa saja presiden sebagai kepala negara memberi contoh agar setiap lembaga negara saling menghargai peran masing-masing termasuk keputusan atau produk setiap lembaga negara," pungkasnya. (Fik/M-3)