
MAHKAMAH Konstitusi (MK) telah menolak hasil pengujian formil terhadap revisi rancangan Undang-Undang TNI (UU TNI). Namun kini, gugatan itu berlanjut melalui pengujian materiil di MK.
Di MK, uji formil menilai proses lahirnya undang-undang, apakah sudah sesuai prosedur pembentukan. Sementara uji materiil menilai isi undang-undang, apakah ada pasal yang bertentangan dengan UUD 1945. Singkatnya, formil fokus ke 'cara dibuat' dan materiil fokus ke 'isi aturan'.
Pada uji materiil terbaru, terdapat tiga perkara UU TNI yang akan disidangkan di MK, Rabu (24/9). Semuanya masuk dalam agenda mendengar keterangan Presiden dan DPR. “Agenda sidang, mendengar keterangan Presiden dan DPR,” sebagaimana tertulis di website resmi MK.
Perkara 92/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh sejumlah mahasiswa yang menggugat Pasal 53 ayat (4).
Pasal tersebut mengatur bahwa usia pensiun perwira tinggi bintang empat maksimal 63 tahun dan masih dapat diperpanjang dua kali melalui keputusan presiden. Para pemohon menilai aturan ini berpotensi melanggengkan jabatan jenderal bintang empat di luar batas kewajaran.
Sementara itu, perkara 82/PUU-XXIII/2025 juga diajukan oleh kelompok mahasiswa. Mereka menguji Pasal 7 ayat (2) angka 9 dan 15, serta Pasal 47 ayat (1).
Ketentuan tersebut memperluas peran TNI, mulai dari membantu tugas pemerintahan daerah, menanggulangi ancaman pertahanan siber, hingga membuka jalan bagi prajurit aktif menduduki jabatan di berbagai kementerian/lembaga strategis.
Pemohon beranggapan hal ini berpotensi mengaburkan fungsi utama TNI dan menyalahi prinsip supremasi sipil.
Adapun perkara 68/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh advokat bersama mahasiswa yang menyoal Pasal 47 ayat (2). Pasal ini memperbolehkan prajurit menduduki jabatan sipil lain setelah pensiun atau mengundurkan diri dari dinas aktif. (Dev/P-2)