Penyerahan sertifikat Indikasi Geografis (IG) untuk Gula Semut Kulon Progo oleh Duta Besar Uni Eropa, Denis Chaibi(MI/Bimo)
INDONESIA semakin membuat kemajuan dalam melindungi beragam indikasi geografis (IG). Kini Gula Semut asal Kulon Progo, Yogyakarta, telah resmi diakui Uni Eropa sebagai produk berindikasi geografis.
Produk dengan nama resmi Kulon Progo Jogja Coconut Sugar ini menjadi produk terbaru yang diakui oleh Uni Eropa. Sebelumnya, beberapa produk asli Indonesia yang telah diakui di Uni Eropa antara lain adalah Kopi Arabika Gayo dari Aceh, Lada Putih Muntok dari Bangka Belitung, dan Garam Amed dari Bali.
Sebelum mendapatkan sertifikasi IG, harga jual gula kelapa di Kulon Progo relatif rendah dan turun naik. Setelah pengakuan Uni Eropa, nilai jual produk meningkat, membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat pedesaan.
Proses produksi gula kelapa yang masih dilakukan secara tradisional ini turut menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat desa. Sejumlah kelompok tani juga mengembangkan wisata edukatif, yang memungkinkan wisatawan belajar langsung proses pembuatan gula kelapa dari nira segar hingga kristalisasi alami.
Kini, gula kelapa Kulon Progo telah menembus pasar Eropa, Kanada, dan Amerika Serikat, menjadi salah satu contoh keberhasilan produk lokal yang mampu bersaing secara global. Hal ini menjadi kesekian kalinya bagi produk lokal Indonesia yang go internasional.
Dukungan Uni Eropa dan program ARISE+
Keberhasilan ini merupakan hasil kolaborasi panjang antara pemerintah Indonesia dan Uni Eropa melalui program ARISE+ (ASEAN Regional Integration Support), yang mendukung penguatan sistem indikasi geografis nasional. Program tersebut mencakup pendampingan teknis, audit sertifikasi internasional, serta pelatihan bagi asosiasi produsen untuk menjaga kualitas dan konsistensi produk.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Denis Chaibi, menyebut label IG sebagai bentuk pengakuan atas nilai dan cerita di balik setiap produk.
“Label IG bukan hanya sekadar nama. Itu adalah janji bahwa produk tersebut memiliki standar, kualitas, dan kisah yang tak bisa ditiru. Indonesia punya hubungan mendalam dengan makanan, dan itu menjadikannya tempat terbaik di dunia untuk mengembangkan indikasi geografis,” ungkap Denis dalam acara Celebration of Geographical Indications di Hotel Ayana, Jakarta.
Simbol diplomasi keberlanjutan
Bagi Uni Eropa, pengakuan terhadap produk IG Indonesia bukan hanya bagian dari kerja sama perdagangan, tetapi juga diplomasi budaya. Produk seperti gula kelapa Kulon Progo dianggap sebagai jembatan yang menghubungkan cita rasa dan identitas antara dua benua.
Melalui Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) yang baru saja disepakati, kedua pihak sepakat memberikan perlindungan kepada 221 produk IG Uni Eropa dan 72 produk IG Indonesia. Perjanjian ini membuka peluang yang lebih luas bagi produk-produk Nusantara untuk menembus pasar global.
“Ketika kita melindungi asal-usul kita, kita melindungi masa depan kita. Dan manisnya gula kelapa Kulon Progo adalah contoh terbaik dari masa depan itu,” tutup Denis Chaibi dalam pidatonya pada 27 Oktober 2025.
Dengan pengakuan dari Uni Eropa, gula kelapa Kulon Progo kini menjadi simbol perpaduan antara tradisi, ekonomi, dan diplomasi keberlanjutan. Sekaligus membuktikan bahwa produk lokal Indonesia mampu bersaing di pasar internasional tanpa kehilangan jati diri.
“Setiap butir gula ini bukan sekadar tentang rasa manis. Namun, juga kisah kerja keras dan kebanggaan petani di lereng Menoreh. Pelindungan indikasi geografis terbukti memberi nilai nyata bagi produsen. Ini bukan sekadar perlindungan hukum, tapi juga peningkatan kesejahteraan dan kebanggaan nasional,” ujar Hermansyah Siregar, Direktur merek dan Indikasi Geografis Kementrian Hukum Republik Indonesia.


















































