UKM di Persimpangan: Digitalisasi atau Keberlanjutan?

2 hours ago 1
 Digitalisasi atau Keberlanjutan? (MI/Duta)

DIGITALISASI dan keberlanjutan di era globalisasi menjadi kesempatan dan tantangan bagi usaha kecil dan menengah (UKM) saat ini. UKM di seluruh dunia menghadapi dilema: Apa yang harus mereka prioritaskan untuk bertahan dan berkembang?

Secara umum, tidak bisa disangkal bahwa UKM yang siap secara digital, khususnya dalam penerapan kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis pasar luar negeri, otomatisasi rantai pasok, atau personalisasi pemasaran, berpotensi memiliki kinerja ekspor yang jauh lebih tinggi. AI bukan lagi teknologi masa depan; ia adalah alat praktis yang membantu UKM berkompetisi dengan perusahaan besar tanpa perlu investasi fisik besar di luar negeri.

Demikian pula kesadaran akan keberlanjutan seperti penghematan energi, daur ulang, produksi sesuai permintaan, dan pengurangan limbah, saat ini semakin menjadi harapan konsumen global, tuntutan regulasi, dan ekspektasi investor. Secara teori, kedua unsur tersebut seharusnya berjalan beriringan: AI bisa digunakan untuk membuat proses produksi lebih ramah lingkungan dan keberlanjutan bisa menjadi nilai jual yang kuat di pasar internasional.

TRADE-OFF SAAT MASUK PASAR GLOBAL

Hasil temuan dari beberapa penelitian justru mengejutkan: Ketika UKM mulai mengekspor, kesiapan digital dan kesiapan keberlanjutan menjadi trade-off, bukan salingmelengkapi. Mengapa? Jawabannya sederhana, yakni sumber daya.

UKM adalah entitas yang sumber dayanya terbatas--uang, tenaga kerja, waktu, dan kemampuan manajerial. UKM biasanya memiliki keterbatasan tim khusus untuk digitalisasi dan keberlanjutan secara bersamaan. Ketika mereka memilih untuk fokus pada AI untuk menemukan pelanggan baru di luar negeri, maka dana dan energi yang seharusnya dialokasikan untuk membeli peralatan hemat energi atau mengubah desain produk agar lebih ramah lingkungan, terpaksa ditunda atau dihilangkan.

Gambarannya seperti ini, sebuah pabrik kecil di Depok memutuskan untuk menggunakan AI dalam memprediksi permintaan di salah satu negara di Eropa. Penerapan digital ini mungkin dapat meningkatkan ekspornya 30%-50%. Tapi, untuk mencapai sertifikasi lingkungan Eropa yang dibutuhkan pasar tersebut, UKM butuh investasi tambahan untuk memperbarui mesin. Mereka tidak bisa melakukan keduanya sekaligus. Akhirnya, mereka memilih AI karena itu langsung berdampak terhadap penjualan, sedangkan dari sisi keberlanjutan akan tertunda.

Lalu, Apa strateginya? Untuk UKM yang baru mulai ekspor, fokuslah pada digitalisasi. Gunakan AI, platform digital, dan data untuk menemukan pasar, memahami pelanggan, dan mengoptimalkan operasi. Hal ini merupakan pintu masuk paling efektif untuk meningkatkan ekspor.

Untuk UKM yang sudah mapan di pasar internasional, sekarang merupakan waktu untuk meningkatkan aspek keberlanjutan. Ketika UKM sudah punya pelanggan setia di luar negeri, keberlanjutan bukan lagi ‘tambahan’, tapi menjadi keunggulan kompetitif baru. Konsumen global, regulator, dan mitra bisnis semakin menuntut ini. Inilah saatnya beralih dari digital first ke sustainability as advantage.

PESAN UNTUK PEMBUAT KEBIJAKAN

Pemerintah harus berkontribusi langsung dalam bentuk turunan kebijakan. Pemerintah jangan hanya bermain pada aspek imbauan untuk UKM menjadi go digital atau go green

. Hal ini terlalu dangkal dan abstrak. UKM menuntut peran pemerintah lebih dari itu. Pemerintah harus secara detail membuat kebijakan dan jangan membuat sama antara UKM domestik yang ingin ekspor dan UKM yang sudah ekspor.

Untuk UKM domestik yang ingin ekspor, fasilitasi akses ke solusi digital murah, pelatihan AI, dan platform e-commerce. Adapun bagi UKM yang sudah ekspor, berikan insentif spesifik untuk keberlanjutan seperti subsidi untuk sertifikasi lingkungan, pembiayaan untuk teknologi daur ulang, dan program pelatihan manajemen rantai pasok berkelanjutan.

Perjalanan UKM menuju global merupakan perjalanan dalam siklus kesiapan. Di tahap awal, fokus pada digitalisasi untuk membuka pintu. Di tahap lanjut, fokus pada keberlanjutan untuk mempertahankan dan memperkuat posisi UKM. Mencoba menjadi ‘sempurna’ di kedua aspek tersebut boleh saja apabila memang UKM memiliki sumber daya yang memadai. Namun, dari fakta di lapangan, hal ini cukup berat untuk menjadi ‘sempurna’ secara bersamaaan. Jangan sampai UKM memaksa dan justru bisa membuat UKM terjebak (banyak fokus, sedikit hasil).

Keberhasilan tidak datang dari mencoba segalanya, tapi dari memilih satu prioritas yang tepat pada waktu yang tepat. Dunia berubah cepat. UKM yang cerdas bukan yang paling banyak berinvestasi, tapi yang paling bijak dalam memilih di mana dan kapan mereka harus berinvestasi.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |